Sempat Jadi Hakim Pengadilan Umum, Begini Kisah 'Hijrah' Ketua Kamar TUN MA
Terbaru

Sempat Jadi Hakim Pengadilan Umum, Begini Kisah 'Hijrah' Ketua Kamar TUN MA

Setelah 11 tahun berkiprah sebagai hakim pada lingkungan peradilan umum, Supandi merasa tidak nyaman dengan integrated criminal justice system yang seolah-olah “mati suri”. Mengaku tak sanggup mengubah sistem, dirinya sempat mengajukan pengunduran diri.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Kamar TUN MA Prof Supandi dalam Episode ke-6 MARI Berbincang, Selasa (15/3/2022). Foto: Youtube MA
Ketua Kamar TUN MA Prof Supandi dalam Episode ke-6 MARI Berbincang, Selasa (15/3/2022). Foto: Youtube MA

Dalam Pasal 24 UUD Tahun 1945 menyebutkan Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman itu, terdapat penerapan sistem peradilan pidana yang lazim disebut integrated criminal justice system (sistem peradilan pidana terpadu) yang mengatur jalannya proses perkara dari proses penyelidikan hingga pemasyarakatan.

“Ini pengalaman batin yang barangkali bermakna untuk teman-teman hakim, terutama hakim muda. Selama menjadi hakim di Pengadilan Negeri (PN) Sabang 5 tahun, kemudian di PN Kuala Simpang 6 tahun, saya merasakan ada sesuatu yang tidak nyaman dari integrated criminal justice system kita,” ujar Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI Prof Supandi dalam Episode ke-6 MARI Berbincang yang diunggah di Kanal Youtube MA dengan judul “Mengenal Lebih Dekat Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI”, Selasa (15/3/2022).

Sebagaimana disampaikan, Supandi sebelum menjadi hakim pada lingkungan pengadilan tata usaha negara sempat menjadi hakim pada lingkungan peradilan umum. Dia melaksanakan tugas sebagai hakim pada Pengadilan Negeri Sabang kemudian di Kuala Simpang. Namun setelah berkiprah selama 11 tahun, dirinya merasa tidak nyaman dengan integrited criminal justice system yang seolah-olah “mati suri”.

Baca:

Dia teringat perkataan yang sempat dilontarkan Guru Besarnya, Prof Bachtiar Agus Salim yang pada waktu menguji skripsinya semasa masih berkuliah, menyampaikan pesan yang sulit dia mengerti saat itu. Kala itu, Prof Bachtiar mengatakan apabila mereka berdua berumur panjang, maka akan menyaksikan penegakan hukum pidana tidak bisa berjalan sempurna.

“Karena apa? Beliau menjawab sendiri, roh integrated criminal justice system dalam KUHAP kita sudah mati suri. Beliau mengatakan, lihat sistem penegakan hukum pidana terpadu. Lihat ruangan sidang itu. Dimana tempat duduk hakim, penuntut umum, terdakwa dan penasihat hukumnya? Dimana tempat duduk polisi atau penyidik? Itulah gambaran integrated criminal justice system. Tetapi dalam RUU KUHAP hakim, jaksa, polisi, dan pengacara seolah-olah duduk sama rendah, berdiri sama tinggi,” bebernya.

Pada awalnya tidak paham, setelah menjalani 11 tahun menjadi hakim Pengadilan Negeri, ia akhirnya memahami dan merasakan betul maksud dari perkataan Prof Bachtiar. Supandi mengungkap suatu sistem yang tidak seperti filsafatnya, maka akan terjadi pengeroposan terhadap sistem itu. Dalam hal ini, hakim yang akan merasa paling menderita. “Korps hakim seolah-olah tempat pembuangan sampah. Sedikit-sedikit disebut mafia peradilan, padahal hakim belum tahu apa-apa,” ujarnya pahit.

Tags:

Berita Terkait