Sengkarut Hukum Pembubaran Ormas
Kolom

Sengkarut Hukum Pembubaran Ormas

Untuk membubarkan Perseroan Terbatas yang melanggar kepentingan umum, kejaksaan perlu memohon pembubaran ke pengadilan. Sementara untuk membubarkan Ormas, cukup sepihak dengan keputusan menteri. Kenapa?

Bacaan 8 Menit

Kelihatan juga ada pemahaman yang kurang dari pembentuk kebijakan, mengenai hal-hal mendasar seperti tentang subyek hukum dan badan hukum (rechtspersoon). Ini terlihat misalnya ketika UU Ormas mengatur pencabutan status badan hukum tidak perlu melalui putusan pengadilan, karena dipandang sudah sesuai dengan asas contrarius actus di mana pejabat yang menerbitkan keputusan dianggap berwenang mencabutnya kembali.

UU Ormas merancukan antara pembubaran badan hukum, dengan sekadar tindakan pencabutan izin yang bersifat administratif. Pembubaran atau pencabutan status badan hukum bukanlah sekadar persoalan administrasi, melainkan ada persoalan hak kebebasan berserikat, ada soal subyek hukum berupa badan hukum dan lainnya. Kerancuan semakin bertambah pelik, ketika dalam praktik tercampur aduk pemahaman antara pembekuan/penghentian sementara, pembubaran, dan penetapan sebagai organisasi terlarang.

Reformasi Sektor Ke-Tiga

Banyak pembenahan yang perlu dilakukan terhadap pengaturan sektor ke-tiga (the Third Sector) di Indonesia. Dibandingkan dua sektor lainnya, sektor pemerintah (publik) dan sektor bisnis (privat), sektor ke-tiga yang melingkupi sektor sosial-kemasyarakatan masih minim upaya pembenahan, terutama dalam aspek hukumnya.

Di tingkat global, saat ini dikenal adanya trend shrinking civic space yang terjadi di berbagai negara. Ada trend penyempitan ruang kebebasan sipil, termasuk dalam hal kebebasan berserikat berkumpul. Serangan terhadap aktivis maupun organisasi masyarakat sipil mewujud dalam beragam bentuk: dituduh sebagai antek asing, dibubarkan, dilarang, dipersulit akses pendanaan dan lain sebagainya.

Kembali ke soal pembubaran, sangat menarik untuk melihat dan membandingkan beberapa mekanisme pembubaran yang berbeda. Jika sebuah Perseroan Terbatas (PT) dianggap melanggar kepentingan umum, kejaksaan mengajukan permohonan pembubaran PT ke pengadilan. Sementara untuk partai politik (parpol), selain karena bubar sendiri atau karena menggabungkan diri dengan parpol lain, pembubaran parpol haruslah melalui Mahkamah Konstitusi. Pertanyaannya, kenapa perusahaan dan partai politik dipandang lebih berhak atas due process of law dalam pembubarannya dibanding ormas? Apakah karena perilaku perusahaan ataupun partai politik dianggap mustahil bertentangan dengan Pancasila?

Salah satu kemungkinan jawabannya adalah, karena adanya bias negatif terhadap sektor ke-tiga. Sektor sosial-kemasyarakatan dipandang sebagai beban dan masalah, sektor yang hanya melulu minta bantuan, sektor yang penuh penyimpangan, atau sektor yang tidak berkontribusi dalam membangun masyarakat. Karena itu, di Indonesia sektor ke-tiga berusaha diatur dengan UU Ormas yang penuh dengan pendekatan kontrol.

Padahal, pengembangan sektor ke-tiga akan menjadi salah satu kunci berkembangnya ilmu pengetahuan, sains, teknologi, kebudayaan, kesenian, nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Sektor ke-tiga ini diisi oleh beragam civil society actors lintas bidang, yang berperan penting dalam pembangunan masyarakat. Persepsi negatif terhadap sektor ke-tiga harus segera dikikis.

Tags:

Berita Terkait