Beda paham, cekcok sampai ke meja hijau memang tak asing terjadi antar organ Perseroan Terbatas (PT). Banyak kasus ditemukan soal ini, baik itu antar direksi dengan pemegang saham, direksi dan komisaris maupun antar pemegang saham itu sendiri. Direksi sebagai salah satu organ penting perseroan yang menjalankan fungsi utama dalam hal pengurusan perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan, wajar kiranya kerap terseret dalam sengketa antar organ PT. Terlebih direksi bertanggung jawab penuh atas setiap keputusan bisnis yang ia ambil dan berdampak terhadap perusahaan.
Sekadar mengingatkan, Perseroan terdiri atas tiga organ yang berdasarkan Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS sebagai organ dengan kewenangan yang sangat besar dapat memilih dan mengangkat direksi maupun Komisaris. Soalnya, RUPS merupakan organ yang mewakili kepentingan pemegang saham, sehingga sudah sepatutnya memiliki wewenang besar yang berkaitan dengan struktur organisasi perseroan, perubahan anggaran dasar, penambahan modal, pengeluaran saham baru dan penggunaan laba perseroan.
Berbeda dengan RUPS, direksi mewakili kepentingan Perseroan selaku subjek hukum yang mandiri. Sedangkan Dewan Komisaris merupakan organ yang mengawasi kebijakan direksi dan memberi nasihat kepada direksi. Terlepas dari tugas dan kewenangan masing-masing organ, kedudukan ketiga organ perseroan (RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris) tersebut tetaplah sejajar (neben), dan bukan yang satu membawahi yang lain (untergeordnet) (Fred BG Tumbuan; Pandangan Yuridis tentang PT dan Organ-organnya).
Sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada RUPS, Direksi kemudian berkewajiban untuk membuat laporan tahunan. Laporan tahunan yang sudah memenuhi ketentuan kemudian akan disahkan oleh RUPS. Pengesahan itulah yang dapat melepaskan Direksi dari tanggung jawabnya (dikenal dengan acquit et de charge).