Sengketa Proyek Pelabuhan Marunda, Ini Klarifikasi KBN dan KCN
Berita

Sengketa Proyek Pelabuhan Marunda, Ini Klarifikasi KBN dan KCN

Saat ini, gugatan perdata yang dilayangkan PT KBN kepada PT KCN sudah sampai kepada tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Pelabuhan Marunda. Foto: mtcport.com
Pelabuhan Marunda. Foto: mtcport.com

Kasus yang membelit PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN-Persero) dan PT Karya Teknik Utama (PT KTU) terkait kepemilikan saham PT Karya Citra Nusantara (PT KCN) semakin rumit. Saat ini, gugatan perdata yang dilayangkan PT KBN kepada PT KCN sudah sampai kepada tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA).

 

Namun sejak perkara ini bergulir di meja hijau, PT KTU selaku pemegang kontrol atas PT KCN mengklaim bahwa PT KBN tidak memiliki hak atas 50 persen saham PT KCN yang disebut oleh PT KBN. Pasalnya, PT KBN tidak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena tidak memiliki izin oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham PT KBN.

 

Terkait tudingan tersebut, PT KBN memberikan klarifikasi. Lewat kuasa hukum Hamdan Zoelva, PT KBN mencoba menjawab pernyataan PT KTU dan PT KCN tersebut.

 

PT KCN merupakan perusahaan joit venture yang dilakukan antara PT KBN dan PT KTU, yang perjanjiannya induknya dilakukan pada 2005 lalu. Kemudian perusahaan PT KCN didirikan pada tahun 2006. Adapun bentuk konsesi ini adalah terkait pembangunan pelabuhan di areal usaha milik PT KBN, yakni sepanjang bibir pantai kurang lebih 1.700 M mulai daria Cakung sampai Sungai Kali Blencong.

 

Sementara PT KBN merupakan perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang komposisi sahamnya dimiliki oleh pemerintah sebesar sebesar 73,15 persen dan Pemprov DKI Jakarta sebesar 26,85 persen. Namun dalam pembentukan PT KCN, komposisi saham yang dimiliki PT KBN hanya sebesar 15 persen dan PT KTU sebesar 85 persen. Adapun jumlah maksimal saham yang bisa dimiliki oleh PT KBN adalah maksimal 20 persen.

 

Kemudian pada Juli 2005, dilakukan Addendum I atas Perjanjian Induk No. 01/Add/Drt/7/2005 yang mengubah jangka waktu pembangunan pelabuhan dari 6 bulan menjadi 1,5 tahun. Lalu dilakukan Adendum II pada 2006 yang intinya mengubah Pasal 10 ayat (1) yaitu mengubah pihak yang membangun dari semula dilakukan oleh PT KCN menjadi dilakukan oleh PT KTU.

 

Selain itu, Addendum II ini juga turut mengubah Pasal 10 ayat (5) yang semula penilaian atas kelayakan total investasi akan ditunjuk konsultan independen oleh para pihak menjadi ditunjuk sepihak oleh pihak kedua yaitu PT KTU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait