Sengketa Proyek Pelabuhan Marunda, Ini Klarifikasi KBN dan KCN
Berita

Sengketa Proyek Pelabuhan Marunda, Ini Klarifikasi KBN dan KCN

Saat ini, gugatan perdata yang dilayangkan PT KBN kepada PT KCN sudah sampai kepada tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Pada November 2012, terjadi perubahan Direktur Utama di PT KBN yang dipegang oleh H.M. Sattar Taba. Karena melihat banyak permasalahan di dalam tubuh anak perusahaan PT KCN, Dirut KBN meminta dlakukan forensic Legal auditor secara independen atas kerjasama dengan PT KTU.

 

(Baca: Pemerintah Siap Ubah Aturan Kawasan Ekonomi Khusus)

 

Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan audit terhadap kerja sama PT KBN dan PT KCU yang hasilnya menyebutkan bahwa kerja sama pendirian PT KCN tidak sesuai dengan ketentuan dan penyelesaian berlarut-larut. Maka BPK merekomendasikan kepada Direksi PT KBN untuk melakukan langkah dan tindakan yang jelas dan tegas untuk menyelesaikan pengelolan pelabuhan pada PT KCN sesuai ketentuan yang berlaku.

 

“Setelah dilakukan penilaian ulang oleh BPK dan Sucofindo, ternyata nilai komposisi saham tersebut tidak sesuai dengan nilai sebenarnya. Mereka (PT KTU) menyebut kalau PT KCN bernilai Rp3 triliun, tapi ternyata hanya Rp588 miliar,” jelas Hamdan Zoelva, Selasa (20/8).

 

Maka berangkat dari hasil temuan itu, PT KBN dan PT KTU melakukan renegosiasi pada 30 Mei 2014 yang menyepakati  mengembalikan Pier II sebesar 50 persen dan Pier III sebesar 100 persen. Dengan perjanjian itu, maka objek kerjasama hanya berada di areal Pier-I dan Pier-II, sedangkan Pier-III diserahkan kepada PT KBN secara keseluruhan.

 

Dengan kesepakatan itu, maka muncul Addendum III yang pada intinya melakukan perubahan porsi kepemilikan saham PT KCN dengan PT KBN sebesar 50 persen dan PT KTU sebesar 50 persen. Kemudian RUPS LB memutuskan meningkatkan modal dasar secara bertahap dari semula Rp16 miliar menjadi Rp800 miliar.

 

Selain itu, RUPSLB juga memutuskan utuk meningkatkan modal ditempatkan secara bertahap semula sebesar Rp4 miliar menjadi Rp588.235.294.117 yang masing-masing diwajibkan menyetor sebesar Rp294.117.700,- yang dituangkan dalam Akta No. 13 tertanggal 30 Maret 2015.

 

Atas perubahan tersebut, PT KBN melakukan penyetoran sebesar Rp138.694.133.529,- dengan sisa yang belum disetor sebesar Rp155.423.566.471. Penundaan sisa modal yang belum dibayar tersebut dilakukan sesuai dengan perintah Gubernur DKI Jakarta selaku regulator dan pemegang saham kepada Direksi PT KBN akibat pembangunan pelabuhan yang dilakukan PT KCN melanggar aturan karena tidak memiliki izin reklamasi dan izin amdal dari Pemprov DKI Jakarta.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait