Siap-siap, Litigasi Lewat E-Court Dimulai Tahun Ini
Utama

Siap-siap, Litigasi Lewat E-Court Dimulai Tahun Ini

Menyongsong era baru peradilan Indonesia yang hemat waktu, tenaga, dan biaya.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Tertera dalam pasal 1 angka 5 bahwa definisi administrasi perkara secara elektronik adalah serangkaian proses penerimaan gugatan/permohonan, jawaban, replik, duplik dan kesimpulan, pengelolaan, penyampaian dan penyimpanan dokumen perkara perdata/agama/ tata usaha militer/ tata usaha negara dengan menggunakan sistem elektronik yang berlaku di masing-masing lingkungan peradilan.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, Perma e-Court yang terbit pada 2018 lalu memang belum mengatur bagaimana cara menyampaikan jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan secara elektronik. “Perma ini juga memperluas pengguna terdaftar dalam sistem e-Court, yaitu bagi pihak berperkara yang akan bersidang secara e-Court tanpa menggunakan advokat. Mereka menjadi pengguna insidental,” Aria menambahkan.

Layanan e-Court yang dilengkapi Sistem Informasi Penelusuran Perkara menunjukkan kesungguhan MA dalam melakukan pembaruan peradilan bagi kepentingan para pencari keadilan. Terutama didorong kebutuhan dunia usaha untuk memperoleh model penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien. “Memang perlu bertahap, ternyata responnya positif,” ujarnya.

Aria menjelaskan hasil survei MA menunjukkan pengguna layanan e-Court sejak November 2018 hingga Mei 2019 mencapai rata-rata 1000 perkara setiap bulan. “Pendaftaran secara secara elektronik rata-rata 1000 perkara, artinya banyak yang pakai, bisa diterima masyarakat,” katanya.

(Baca juga: Seberapa Puas Publik Terhadap Lembaga Peradilan? Ini Dia Hasilnya).

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Thomas E.Tampubolon menyambut baik rencana MA tersebut. Hadir di lokasi acara diskusi publik sebagai tamu undangan, Thomas menyampaikan sejumlah masukan kepada MA. Terutama yang berkaitan dengan respon kalangan advokat sebagai salah satu pengguna e-Court.

“Menurut saya pengguna utamanya adalah advokat, karena masyarakat biasanya menyerahkan perkara ke advokat, Peradi siap mendukung,” kata Thomas saat dihubungi hukumonline. Namun, ia berharap agar proses pembahasan selanjutnya dari rancangan Perma e-Court bisa melibatkan organisasi advokat.

Kenyataannya, kata Thomas, tak sedikit advokat yang masih belajar beradaptasi dengan e-Court. Oleh karena itu, ia menginginkan agar advokat diajak duduk bersama membicarakan kebutuhan dalam e-Court alih-alih hanya diberikan sosialisasi saat Perma sudah jadi. “Kami ingin ini mudah digunakan para advokat. Kami sudah meyakinkan kepada para anggota soal manfaat e-Court dan membantu sosialisasinya juga,” ujar Thomas.

Selanjutnya Thomas mengatakan Peradi akan proaktif memberikan usulan dalam rancangan Perma e-Court yang baru. “Kami belum tahu draft rancangannya, tentu kami akan memberi masukan lebih lanjut. Kami akan membentuk tim setelah ini untuk antisipasi,” katanya lagi.

Diskusi publik ini dihadiri sejumlah tamu undangan dari berbagai instansi dan praktisi untuk memberikan masukan terhadap rancangan Perma e-Court yang baru. Termasuk pula Ketua Federal Court Australia, James L. Allsop beserta rombongan delegasi yang berkunjung ke Indonesia.

MA telah bekerja sama selama 15 tahun dengan peradilan Australia (Federal Court of Australia dan Family Court of Australia) sejak tahun 2004. Kerja sama ini meliputi manajemen perkara, manajemen perubahan dan kepemimpinan, kemudahan berusaha, kepercayaan dan keyakinan publik, reformasi mediasi, reformasi pengadilan sederhana, reformasi kepailitan dan sebagainya.

Tags:

Berita Terkait