Sikapi Dugaan Ubah Putusan, MK Bentuk Majelis Kehormatan
Utama

Sikapi Dugaan Ubah Putusan, MK Bentuk Majelis Kehormatan

MKMK mulai bekerja per 1 Februari 2023 untuk menguak perubahan Putusan MK No.103/PUU-XX/2002 yang dinilai telah mengandung substansi berbeda antara yang dibacakan dengan salinan putusan.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit

“MKMK juga dapat meminta kepada ketua MK untuk tidak ikut dalam mengadili Perppu No.2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja karena memiliki konflik kepentingan yang sangat jelas,” tutup Viktor dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Hukumonline, Senin (30/1/2023).

Sebelumnya, Pemohon Putusan MK No.103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengatakan ada perbedaan isi putusan ketika dibacakan dengan risalah dan salinan putusannya. “Risalah dan salinan putusannya sama, tetapi ketika dibacakan dalam sidang itu berbeda, yang tadinya tertulis frasa ‘dengan demikian’ menjadi ‘ke depannya’,” kata Zico kepada Hukumonline, Minggu (29/1/2023) kemarin.

Frasa yang diubah tersebut adalah “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya".

Sedangkan yang tertuang dalam salinan putusan di website MK, adalah "Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya". 

Menurutnya, dalam hukum, kedua frasa memiliki makna yang berbeda. Bila putusan menyebut “dengan demikian”, yang saat dibacakan putusannya dua jam setelah Guntur Hamzah dilantik, maka pengangkatan Guntur Hamzah dapat di-cancel dan putusan ini dapat dijadikan bukti ke PTUN yang akan membuat Hakim Konstitusi Aswanto menang (tetap menjadi hakim konstitusi yang sah).  

Oleh karena Guntur Hamzah sudah dilantik menjadi hakim konstitusi dan entah siapa yang memiliki kepentingan, kemudian diubah menjadi frasa “ke depan” (agar Guntur tetap sah menjadi hakim konstitusi, red). Padahal, kalau putusan sudah RPH Hakim Konstitusi itu tidak boleh diubah.

“Nah, bila ini diubah entah oleh siapa berarti bukan dari konsensus mayoritas hakim konstitusi. Bila hal ini dilakukan oleh hakim konstitusi berarti sudah penghinaan terhadap kolega-koleganya.”

Tags:

Berita Terkait