​​​​​​​Simak Penjelasan Lengkap Soal Dokumen dan Persyaratan untuk Menikah
Hukum Perkawinan Kontemporer

​​​​​​​Simak Penjelasan Lengkap Soal Dokumen dan Persyaratan untuk Menikah

​​​​​​​Syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk suatu perkawinan diatur dalam pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Oleh:
Hamalatul Qurani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES

Pernikahan memang merupakan prosesi sakral yang memerlukan perlindungan hukum terkait hak dan kewajiban antar pasangan maupun sang anak sebagai hasil dari pernikahan tersebut, sehingga pencatatan perkawinan menjadi penting untuk dilakukan. Bahkan di dalam pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI), disebutkan bahwa perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

 

Dosen Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamarusdiana, menyebutkan akibat dari tidak diakuinya status hukum suatu perkawinan tidak hanya membahayakan bagi pihak perempuan yang tidak akan mendapatkan pembagian harta bersama, melainkan juga merugikan bagi sang anak.

 

Selain tidak bisa mendapatkan hak warisnya, seorang anak hasil perkawinan yang tidak tercatat juga bisa mengalami yang disebut Kama sebagai ‘less identity children’atau anak-anak yang bermasalah dengan identitas diri, baik karena tidak memiliki akta kelahiran maupun kartu keluarga (KK).

 

“Dengan demikian si anak dapat termajinalkan dari segi administrasi termasuk administrasi pendidikan. Untuk mendaftar SD saja, jelas akan diminta persyaratan akta kelahiran, Kartu Keluarga (KK). Inilah pekerjaan rumah besar hukum perkawinan kita ke depan, bagaimana memastikan status hukum anak terlindungi akibat perkawinan di bawah tangan atau nikah siri, jangan sampai orang tua yang berbuat malah anak ikut terkena dampak dosa administrasi salah satunya,” ujar Kama.

 

Selanjutnya, kata Kama, untuk anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau tidak diketahui di mana orang tuanya, misalnya anak-anak panti asuhan. Anak-anak ini, kata Kama, bisa meminta surat keterangan dari dinas sosial, karena dinas sosial-lah yang memiliki data terkait anak-anak tersebut. Untuk pernikahan anak-anak panti asuhan ini, jelas Kama, menggunakan wali hakim untuk perempuan dan untuk laki-laki tidak memerlukan wali. Tapi tetap saja, ungkap Kama, mereka tidak memiliki akte kelahiran.

 

Untuk diketahui, Kama menjelaskan ada 2 kondisi dalam penggunaan Wali hakim. Pertama, karena walinya adhal yakni wali yang sesungguhnya harus menikahkan itu tidak mau. Kedua, wali sesungguhnya memang tidak ada. Dalam kedua kondisi tersebut, maka orang yang akan menikah perlu mendapatkan penetapan pengadilan, baru kemudian KUA mau menikahkan dan selanjutnya bisa mengeluarkan buku nikah untuk kedua mempelai.

 

Problematika lain dalam pencatatan pernikahan adalah nikah ‘siri’ yang sudah terlanjur diberlangsungkan dan pada masa-masa berikutnya berkeinginan untuk mencatatkan pernikahan tersebut di KUA. Nikah siri tersebut jelas Kama tidak dapat langsung didaftarkan ke KUA, mengingat perlu dilakukan ‘itsbat nikah’ terlebih dahulu di Pengadilan Agama.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait