Simak! Saran Hakim Ini Agar Eksekusi Pemulihan Lingkungan Hidup Bisa Efektif
Utama

Simak! Saran Hakim Ini Agar Eksekusi Pemulihan Lingkungan Hidup Bisa Efektif

Untuk mengisi kekosongan hukum karena eksekusi tindakan pemulihan lingkungan belum diatur dalam hukum positif di Indonesia, perlu dibuat aturan secara detail dan komprehensif sebagai panduan atau pedoman Ketua PN dalam melaksanakan eksekusi tindakan pemulihan lingkungan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pencemaran lingkungan. Hol
Ilustrasi pencemaran lingkungan. Hol

Para pihak yang berperkara di pengadilan tentunya menginginkan tuntutannya dikabulkan majelis hakim. Setelah tuntutan itu dikabulkan, misalnya dalam perkara perdata, belum tentu bisa langsung dilaksanakan dengan beragam kendala/hambatan yang dihadapi para pihak.

Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Sugeng Riyono, mengatakan eksekusi sangat diharapkan dapat dilaksanakan secara sukarela. Jika pihak yang kalah tidak melaksanakan amar putusan secara sukarela, maka diperlukan upaya dari pengadilan. Sugeng mengingatkan kewenangan eksekusi ada di tangan Ketua Pengadilan Negeri (PN), bukan Pengadilan Tinggi (PT) atau Mahkamah Agung (MA). Pelaksanaan eksekusi dipimpin oleh Ketua PN dan dilakukan oleh panitera dan jurusita.

Dia mengingatkan bentuk eksekusi sedikitnya ada 3 jenis. Pertama, eksekusi riil sebagaimana Pasal 200 ayat (11) HIR jo Pasal 1033 RV. Kedua, eksekusi untuk membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR). Ketiga, eksekusi untuk melakukan perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR).

Terkait eksekusi putusan lingkungan hidup, Sugeng mengatakan ada yang amarnya memerintahkan untuk melakukan tindakan berupa pemulihan lingkungan. Ketika pihak yang kalah membayar biaya pemulihan, bukan berarti pemulihan lingkungan telah selesai, tapi eksekusi pemulihan itu baru dimulai.

Dia mengingatkan eksekusi putusan lingkungan hidup sedikit berbeda dengan putusan eksekusi pada umumnya yang menganut asas pada saat eksekusi sudah dijalankan, maka perkara dinyatakan selesai. Sugeng melihat eksekusi putusan perdata, termasuk lingkungan hidup kerap menghadapi hambatan atau penangguhan. Misalnya, hambatan eksekusi seperti amar putusan tidak jelas; putusan non eksekutabel; obyek sengketa dikuasai pihak ketiga; obyek sengketa menjadi milik negara; dan eksekusi delegasi. Penangguhan eksekusi ini seperti adanya perlawanan; perdamaian; dan peninjauan kembali (PK).

“Penangguhan eksekusi seharusnya tidak menghambat pelaksanaan eksekusi. Faktanya ketika eksekusi dilakukan, Ketua PN menjadi ragu (melaksanakan eksekusi, red),” kata Sugeng Riyono dalam diskusi secara daring bertema Tantangan dan Peluang Pemulihan Lingkungan Hidup Melalui Eksekusi Putusan Perkara Pidana dan Perdata, Jumat (4/6/2021). (Baca Juga: Ada Peluang Mengatasi Kendala Eksekusi Pemulihan Lingkungan Hidup)

Menurut Sugeng, eksekusi putusan perkara lingkungan hidup, seperti pemulihan lingkungan hidip, tidak diatur dalam hukum acara. Karakter perkara lingkungan hidup dan eksekusinya berbeda dengan perkara perdata biasa. Karena itu, sertifikasi hakim lingkungan yang dilakukan MA penting karena karakter setiap perkara lingkungan hidup juga berbeda. Misalnya untuk pemulihan jangka waktunya lama, kemudian siapa yang melakukan pengawasan.

Tags:

Berita Terkait