Lahirnya UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU PPSK) yang kerap disebut sebagai Omnibus Law Sektor Jasa Keuangan disambut baik pengamat dan stakeholder. Ekonom Senior Indef Aviliani menyatakan dukungannya dalam sebuah diskusi yang diadakan Dentons HPRP beberapa waktu lalu.
Selama ini, katanya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selama ini sangat terbatas dalam mengambil keputusan, sehingga berdampak pada industri yang lain. Misalnya, jika ada satu atau dua Bank terkena masalah likuiditas, maka pasti akan berdampak pada industri lain. Dalam UU ini, LPS sebagai resolusi menjadi suatu hal yang perlu disambut baik.
Artinya, LPS bisa memainkan peran terlebih dahulu, tanpa harus membiarkan usaha Bank ditutup dulu, baru LPS dapat memainkan peran. “Kalau dulu kan LPS harus banknya itu ditutup dulu baru bisa bergerak,” tukasnya.
Baca Juga:
- Sejumlah Penguatan Lembaga Penjamin Simpanan Pasca UU PPSK
- Wamenkeu Sampaikan 5 Pilar Fokus Pemerintah dalam UU PPSK
Selanjutnya, Aviliani juga menyambut baik pengaturan soal penguatan fungsi Bank Indonesia. Belajar dari krisis pandemi yang pernah dihadapi Indonesia, ketika tak ada burden sharing, akan ada problem dari sisi pemerintah untuk membiayai negara, apalagi defisit harus di atas 3%. Dengan adanya Perppu PPSK, Bank Indonesia boleh membeli SBN di pasar perdana. Tapi tetap harus ada pernyataan krisis terlebih dahulu.
“Kalau sewaktu-waktu membantu bahaya juga, nanti uang beredar terlalu banyak. Kalau nanti sudah dinyatakan krisis, dan presiden sudah menentukan maka Bank Indonesia bisa membeli di pasar perdana, itu yang menentukan stabilitas keuangan dan perekonomian, dan itu dua hal yang bagus,” jelas Aviliani.
Dari sisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kini lembaga inilah yang menentukan suatu apakah suatu bank betul melakukan tindakan kriminal atau tidak. “Selama ini kan engga, kepolisian bisa jalan sendiri. Ini bagus karena jadi ada kepastian untuk Perbankan, tak Cuma kepastian untuk sisi konsumen saja,” ujarnya.