Sistem Proporsional Terbuka Sesuai Keinginan Masyarakat dan Parpol
Terbaru

Sistem Proporsional Terbuka Sesuai Keinginan Masyarakat dan Parpol

Mayoritas fraksi partai di parlemen meminta MK konsisten dengan putusan MK No.22-24/PUU-VI/2008 tertanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Itu yang harus terus disosialisasikan di tengah masyarakat. Sebab, seberapa banyak uang yang dimiliki caleg, jika masyarakat tidak mau, tetap saja tidak akan mampu membayar suara rakyat, apalagi didukung dengan pengawasan yang baik,” tukasnya.

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi berharap betul agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem prorporsional terbuka sebagai bentuk dari kemajuan berdemokrasi. Sebaliknya bila menerapkan proprosional tertutup, demokrasi yang telah berjalan bakal mengalami kemunduran, serta tidak mewakili aspirasi rakyat yang mengusung keterwakilannya di daerah pemilihan.

Baginya sistem proporsional terbuka banyak memiliki kelebihan terhadap calon anggota legislatif untuk dapat bertatap muka, serta melakukan interaksi dengan masyarakat pemilihnya. Interaksi tersebut setidaknya caleg dapat mendengar keluh kesah kehidupan masyarakat. Keberadaan partai politik dan anggota dewan terpilih dapat diketahui pemilihnya dan dikontrol oleh publik secara luas.

“Hal tersebut bakal menjadi motivasi untuk partai dan anggota legislatif terpilih dalam bekerja. Jika proporsional tertutup diberlakukan, belum tebtu rakyat di daerah pemilihannya mengetahui siapa anggota dewan yang terpilih untuk keterwakilannya di daerah pemilihannya,” imbuhnya.

Politisi Partai Golkar itu menyesalkan pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang menyatakan kemungkinan sistem Pemilu 2024 bakal menggunakan sistem proporsional tertutup. Padahal, KPU semestinya melakukan komunikasi dengan DPR terlebih dahulu, bukan malah mengumbar pernyataan ke publik tanpa mempertimbangkan dampaknya memunculkan kegaduhan di masyarakat.

“KPU terkesan memiliki kewenangan penuh untuk menentukan pemilu dan tidak lagi mendengar DPR. Ini menjadi hal aneh dan merusak sistem ketatanegaraan,” imbuhnya.

Pernyataan sikap bersama delapan partai

Sementara terdapat pernyataan sikap bersama oleh delapan fraksi partai yang memiliki kursi di parlemen yakni Fraksi Partai Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PKS, Demokrat, PAN, dan PPP. Sementara fraksi partai penguasa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak ambil bagian. Sebab, salah satu pemohon uji materi Pasal 168 ayat (2) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah kader partai berlambang banteng merah itu.

Tags:

Berita Terkait