Situasi HAM Makin Buruk, YLBHI Soroti 5 Kebijakan Ini
Kaleidoskop 2021

Situasi HAM Makin Buruk, YLBHI Soroti 5 Kebijakan Ini

Meliputi militerisme; pengekangan kebebasan sipil; kegagalan perlindungan terhadap perempuan; oligarki; dan penanganan Covid-19.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Menurut Asfin, penanganan pandemi Covid-19 berkaitan juga dengan kepentingan oligarki dimana ada karantina berbayar dan vaksin berbayar sebagaimana diatur dalam Perpres No.14 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.19 Tahun 2021. Oleh karena itu rekomendasi yang diberikan YLBHI kali ini tidak untuk pemerintah. Asfin berpendapat selama ini sudah banyak rekomendasi yang diberikan, tapi tidak dijalankan dan yang terjadi malah sebaliknya dimana kebijakan yang keluar bertentangan dengan rekomendasi.

Rekomendasi yang disampaikan, perlu dilakukan reformasi mendasar peradilan termasuk mengembangkan pengawasan eksternal yang efektif, pembaruan KUHAP, dan reformasi pengawasan internal. Perubahan mendasar sistem politik yang meluaskan partisipasi rakyat melalui demokrasi langsung terbatas, seperti referendum, dan recall oleh rakyat.

“UU Cipta Kerja dan UU Minerba harus dicabut. Serta demiliterisme dan demiliterisasi dalam berbagai sektor seperti pendidikan, hukum, kesehatan, dan lainnya.”  

Ada rekomendasi yang disampaikan untuk gerakan masyarakat sipil. Mengingat institusi perwakilan rakyat di legislatif dan eksekutif telah bangkrut mendengarkan suara rakyat, perubahan hanya dapat dilakukan melalui parlemen jalanan. “Rakyat perlu memperkuat solidaritas untuk gerak bersama perubahan ini,” harap Asfin.

Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, Siti Rakhma Mary Herwati, menyimpulkan kondisi HAM di Indonesia tidak berubah positif, tapi terus turun. Ini karena orientasi pemerintah melakukan pembangunan skala besar, cenderung menguntungkan pengusaha besar dan diperburuk pandemi Covid-19. Orientasi ekonomi pemerintah pada pertumbuhan bukan pemerataan. Penanganan pandemi yang harusnya mengutamakan rakyat malah dimanfaatkan untuk menguntungkan segelintir orang. Misalnya pemaksaan karantina di hotel termasuk untuk buruh migran.

“Omnibus law (UU No.11 Tahun 2020, red) dan UU Minerba, serta peraturan turunannya yang berlaku berdampak pada memburuknya perampasan hak-hak rakyat atas agraria dan lingkungan hidup,” ujar Rakhma.

Peradilan yang harusnya menjadi sarana pemulihan, tapi berubah menjadi alat pukul bagi rakyat. Ini menunjukkan perlu reformasi mendasar kepolisian, kejaksaan, dan peradilan. Reformasi ini termasuk mengembangkan pengawas eksternal yang efektif, pembaruan KUHAP, dan reformasi pengawasan internal.

“Militerisme dan militerisasi yang menjadi salah satu agenda reformasi kembali menguat. Ini dapat dilihat dari hukum dan kebijakan yang terbit seperti operasi militer ilegal di Papua sampai penanganan Covid-19.”

Tags:

Berita Terkait