Skenario yang Disiapkan Pemerintah Pasca Restrukturisasi Polis Jiwasraya
Berita

Skenario yang Disiapkan Pemerintah Pasca Restrukturisasi Polis Jiwasraya

Sebagian besar pemegang polis telah menyetujui program restrukturisasi. Selanjutnya terdapat dua skenario yang akan terjadi setelah penawaran restrukturisasi polis.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit

"Kemudian, untuk menyelesaikan masalah solvabilitas secara sementara, dilakukanlah window dressing laporan keuangan dengan kebijakan reasuransi dan revaluasi aset sejak 2008 sampai dengan 2017. Lalu, untuk menyelesaikan masalah likuiditas, manajemen melakukan penerbitan produk asuransi yang bersifat investasi dan bergaransi bunga tinggi yang buruk bagi perusahaan di masa mendatang," ujar Tiko.

Penyebab kedua yakni reckless investment activities atau tata kelola yang lemah di mana tidak adanya portfolio guideline yang mengatur investasi maksimum pada high-risk asset, sehingga dengan kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan.

Penyebab ketiga adalah tekanan likuiditas dari Produk Savings Plan di mana terjadi penurunan kepercayaan nasabah sehingga pencairan polis naik dan penjualan menurun. Alhasil klaim secara signifikan meningkat ke 51 persen dan terus meningkat hingga 85 persen.

"Tidak ada backup asset yang cukup untuk memenuhi kewajiban dengan rasio kecukupan investasi hanya 28 persen di 2017 dan menyebabkan gagal bayar," kata Tiko.

Kondisi tersebut yang menyebabkan terjadinya tekanan likuiditas dan solvabilitas. Hal itu tercermin dalam kondisi keuangan Jiwasraya pada 2020, di mana terjadi negatif ekuitas mencapai Rp38,6 triliun, sementara liabilitas polis naik hingga Rp54,4 triliun yang dikontribusikan dari Produk Saving Plan Rp17 triliun dan nonsaving plan Rp37,4 triliun.

Harapan OJK

Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap kehadiran Indonesia Financial Group (IFG) sebagai BUMN holding perasuransian dan penjaminan, membantu otoritas mengawasi lebih optimal industri keuangan nonbank di BUMN.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi mengatakan untuk menciptakan sebuah kerangka pengawasan komprehensif, dibutuhkan kerja sama dan koordinasi yang bagus, baik internal maupun eksternal.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait