Skenario yang Disiapkan Pemerintah Pasca Restrukturisasi Polis Jiwasraya
Berita

Skenario yang Disiapkan Pemerintah Pasca Restrukturisasi Polis Jiwasraya

Sebagian besar pemegang polis telah menyetujui program restrukturisasi. Selanjutnya terdapat dua skenario yang akan terjadi setelah penawaran restrukturisasi polis.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Foto: jiwasraya.go.id
Foto: jiwasraya.go.id

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo memaparkan skenario yang akan terjadi pasca penawaran restrukturisasi polis disetujui oleh mayoritas pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Restrukturisasi menjadi langkah yang dipilih untuk menyelesaikan masalah gagal bayar Asuransi Jiwasraya. Langkah itu merupakan upaya terbaik ketimbang opsi likuidasi.

Kartika mengatakan restrukturisasi dilakukan sebaik-baiknya untuk memastikan portofolio polis yang ditransfer dapat menciptakan keuntungan perusahaan baru yakni IFG Life. "Sebagian besar pemegang polis telah menyetujui program restrukturisasi. Selanjutnya terdapat dua skenario yang akan terjadi setelah penawaran restrukturisasi polis," ujar Kartika yang biasa disapa Tiko seperti dilansir Antara pada IFG Progress Launching, Rabu (28/4).

Hingga 26 April 2021 sebagian besar pemegang polis telah menyetujui program restrukturisasi polis, dengan rincian sebanyak 82,8 persen polis korporasi, 75,3 persen polis ritel, dan 92,9 persen polis bancassurance.

Skenario pertama, setelah direstrukturisasi, polis akan dialihkan ke IFG Life untuk dilanjutkan pelayanan, pertanggungan dan pembayaran manfaatnya. Skenario kedua, setelah Jiwasraya melakukan pengalihan seluruh polis asuransi yang telah direstrukturisasi (termasuk hutang klaim) beserta aset pendukungnya kepada IFG Life, maka selanjutnya Jiwasraya tidak lagi beroperasi sebagai perusahaan asuransi jiwa.

"Jiwasraya akan beroperasi sebagai sebuah perseroan terbatas untuk menyelesaikan utang dengan dukungan aset yang tersisa kepada polis-polis yang tidak setuju direstrukturisasi," kata Tiko. (Baca: Kasus Gagal Bayar Momentum Reformasi Industri Asuransi)

Kartiko pun meyakinkan IFG Life akan memiliki bisnis asuransi yang komprehensif dengan mengandalkan tiga pilar utama bisnisnya yakni pengelolaan bisnis yang didapat dari migrasi polis Jiwasraya, produk baru asuransi IFG Life, serta pengelolaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

Tiko menyebutkan terdapat tiga penyebab utama permasalahan Asuransi Jiwasraya. Penyebab pertama yakni permasalahan fundamental, di mana solvabilitas dan likuiditas Jiwasraya yang sudah terjadi sejak lama, dan tidak diselesaikan dengan solusi yang dapat memperbaiki fundamental perusahaan.

"Kemudian, untuk menyelesaikan masalah solvabilitas secara sementara, dilakukanlah window dressing laporan keuangan dengan kebijakan reasuransi dan revaluasi aset sejak 2008 sampai dengan 2017. Lalu, untuk menyelesaikan masalah likuiditas, manajemen melakukan penerbitan produk asuransi yang bersifat investasi dan bergaransi bunga tinggi yang buruk bagi perusahaan di masa mendatang," ujar Tiko.

Penyebab kedua yakni reckless investment activities atau tata kelola yang lemah di mana tidak adanya portfolio guideline yang mengatur investasi maksimum pada high-risk asset, sehingga dengan kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan.

Penyebab ketiga adalah tekanan likuiditas dari Produk Savings Plan di mana terjadi penurunan kepercayaan nasabah sehingga pencairan polis naik dan penjualan menurun. Alhasil klaim secara signifikan meningkat ke 51 persen dan terus meningkat hingga 85 persen.

"Tidak ada backup asset yang cukup untuk memenuhi kewajiban dengan rasio kecukupan investasi hanya 28 persen di 2017 dan menyebabkan gagal bayar," kata Tiko.

Kondisi tersebut yang menyebabkan terjadinya tekanan likuiditas dan solvabilitas. Hal itu tercermin dalam kondisi keuangan Jiwasraya pada 2020, di mana terjadi negatif ekuitas mencapai Rp38,6 triliun, sementara liabilitas polis naik hingga Rp54,4 triliun yang dikontribusikan dari Produk Saving Plan Rp17 triliun dan nonsaving plan Rp37,4 triliun.

Harapan OJK

Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap kehadiran Indonesia Financial Group (IFG) sebagai BUMN holding perasuransian dan penjaminan, membantu otoritas mengawasi lebih optimal industri keuangan nonbank di BUMN.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi mengatakan untuk menciptakan sebuah kerangka pengawasan komprehensif, dibutuhkan kerja sama dan koordinasi yang bagus, baik internal maupun eksternal.

"Kita ketahui IFG ini merupakan holding dari perusahaan-perusahaan BUMN yang bergerak di sektor asuransi, ada asuransi sosial, asuransi jiwa, serta perusahaan penjaminan, termasuk juga perusahaan anak yang bergerak di bidang reasuransi. Diperlukan supevisi yang optimal terkait tata kelola, investasi, dan punya distribusi yang harus dapat menjaga komitmen dengan pelanggan atau pemegang polis," ujarnya dalam seminar daring di Jakarta, Rabu.

Riswinandi mengingatkan IFG dalam mengatur rencana bisnis yang baik betul-betul memerhatikan kapasitas masing-masing industri yang ada di bawah holding dengan kondisi pasarnya, supaya tercipta industri yang baik, bukan hanya agresif dalam pertumbuhan, tapi juga menjaga kualitas dari pengelolaannya.

"Keberadaan IFG nantinya akan dapat memberikan kontribusi positif untuk mewujudkan standar yang tinggi dalam hal penerapan prinsip tata kelola yang baik, khususnya oleh BUMN di sektor asuransi dan penjaminan," kata Riswinandi.

Riswinandi meyakini bahwa penerapan tata kelola yang baik merupakan persyaratan yang penting yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam hal penyediaan layanan atau produk yang berkualitas dan terpercaya.

IFG baru saja meresmikan lembaga think thank bernama IFG Progress. Kehadiran lembaga tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk penataan industri jasa keuangan, serta dapat memberikan inovasi lain dalam memajukan perekonomian, khususnya di sektor jasa keuangan.

Pembentukan IFG Progress disebut tak lepas dari kondisi yang terjadi di industri keuangan khususnya industri asuransi pascaterjadinya kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). IFG Progress diharapkan dapat memberikan gagasan untuk pembenahan industri asuransi.

"Kami berharap program-program yang akan dilakukan IFG nanti khususnya dalam riset, inovasi, dan lainnya, di sektor jasa keuangan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang bermanfaat dan tentu nanti bisa didiskusikan dengan kami untuk kita bisa bersama-sama mendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan, khususnya nonbank, di Indonesia," ujar Riswinandi.

 

Tags:

Berita Terkait