Sementara di level mikro, Pahala menilai dibutuhkan terobosan perbaikan pada sektor pengadaan barang/jasa dan perizinan. Setidaknya, data KPK menunjukkan modus korupsi pengadaan barang/jasa tercatat sudah menyentuh angka 277. Sedangkan perizinan, diangka 25 perkara.
“Politisi, Kepala Lembaga, dan Kepala Daerah bisa menjadi pebisnis dan tidak ada aturan conflict of interest-nya. Sayangnya, tidak ada yang bergerak membuat perbaikannya,” katanya.
Sedangkan di sektor politik, KPK memberikan catatan terkait tingginya keterlibatan politisi dalam tindak pidana korupsi. KPK mengidentifikasi salah satu permasalahannya soal minimnya pendanaan partai politik (Parpol). Menurutnya, KPK kerap kali mendorong adanya penambahan anggaran parpol agar lebih mandiri. Dengan demikian, pemerintah dapat meminta pertanggungjawaban laporan keterbukaan dari setiap parpol.
Dia berharap, adanya harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih. Tujuannya, agar pelaksanaan operasional di lapangan tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi. Sepertihalnya dalam perbaikan tata kelola pelabuhan dan penerapan Online Single Submission (OSS).
“Perbaikan-perbaikan ini akan memudahkan masyarakat untuk berusaha dan pada akhirnya akan menghidupkan iklim bisnis yang sehat,” kata Pahala.
Pahala mengingatkan, betapa pentingnya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Sebab KPK mencatat, ada empat poin yang harus didorong perbaikannya. Seperti ketersediaan sumber daya manusia, kewenangan, anggaran, dan kompetensi. Dia berharap adanya terobosan dan kerjasama dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi.
“KPK tidak bisa sendiri, perlu kerja extra ordinary dari seluruh pihak, hingga akhirnya kita bisa yakin CPI nantinya bisa kembali meningkat,” pungkasnya.