Soal Iuran BPJS Kesehatan, Presiden Diingatkan Putusan MA Final dan Mengikat
Berita

Soal Iuran BPJS Kesehatan, Presiden Diingatkan Putusan MA Final dan Mengikat

Segala putusan MA bersifat final dan mengikat. Artinya, peraturan yang serupa tidak boleh dimunculkan kembali pada pokoknya.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES

Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan masih menuai polemik. Bagaimana tidak? Perpres ini oleh sebagian kalangan bahkan dipandang sebagai pembangkangan terhadap hukum oleh Presiden sebagai kepala negara.

Direktur Legal Culture Institute (LeCI), M. Rizqi Azmi menyebutkan, dalam menerbitkan Perpres 64 Tahun 2020 yang mengatur kembali kenaikan iuran BPJS, Presiden sudah melampaui amanat konstitusi terutama pasal 1 ayat 3 untuk mematuhi hukum sehingga terjadi diobedience of law atau pengingkaran hukum. 

“Dengan menerbitkan Perpres 64 tahun 2020, Presiden tidak hanya melawan hukum tetapi juga membangkang terhadap hukum,” ujar Rizqi, Senin (18/5).

Menurut Rizqi, langkah Presiden dengan tetap menaikkan iuran BPJS lewat ketentuan baru dengan bunyi norma yang berbeda merupakan penyelundupan hukum. Bagaimana tidak, Perpres ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung Nomor 7P/HUM/2020 yang telah membatalkan kenaikan iuran BPJS mandiri.

Mengutip ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Mahkamah Agung, Rizqi menyebutkan bahwa segala putusan MA bersifat final dan mengikat. Artinya, peraturan yang serupa tidak boleh dimunculkan kembali pada pokoknya. Rizqi menilai, Perpres 64 Tahun 2020 mengatur pada pokoknya kenaikan tarif dasar BPJS.

Terkait hal ini, Rizqi menilai Presiden sudah tidak menjadikan hukum sebagai prioritas kebijakannya. Kerap terjadi beleid yang dikeluarkan Presiden menarik mundur alur pemikiran dan penegakkan hukum. Karena tidak hanya sekali, hal ini juga terjadi saat Presiden melakukan hal yang sama terhadap putusan MA terkait kebakaran hutan dan lahan.

“Kalau nanti tetap Presiden berulah seperti ini akan terjadi perubahan corak pemerintahan dari demokrasi menjadi otoriter karena sudah banyak pakar hukum berteriak dan mengkritisi tetapi tidak didengarkan dengan baik,” terang Rizqi. 

Tags:

Berita Terkait