Soal Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, 3 Persoalan Ini Mesti Dibenahi
Utama

Soal Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, 3 Persoalan Ini Mesti Dibenahi

Mulai dari overcrowding, kualitas pelayanan yang buruk hingga penerapan SOP maximum security.

Oleh:
CR-25
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi tahanan. Foto: RES
Ilustrasi tahanan. Foto: RES

Kericuhan berdarah yang terjadi pada 8 Mei hingga 10 Mei lalu di Rutan Salemba cabang Mako Brimob yang menewaskan lima anggota Kepolisian dan satu orang napi terorisme, mangagetkan banyak orang. Terkait hal ini, Ahli Kriminolog Leopold Sudaryono menilai terdapat tiga persoalan yang mesti dibenahi dalam Rutan Mako Brimob.

 

Pertama, terkait overcrowding.Menurutnya, terlalu banyak orang yang ditahan dalam tempat yang terlalu sempit memicu interaksi antar narapidana semakin leluasa. Kedua, kualitas pelayanan seperti makan, minum, kunjungan, kesehatan dan sanitasi yang buruk menjadi ketidaksukaan napi teroris semakin besar terhadap pihak penahanan.

 

Ketiga, standar operasional prusedur (SOP) yang seharusnya maximum security untuk standar tahanan napi teroris tidak diterapkan. Padahal, napi teroris ini berisiko tinggi. Seharusnya, kata Leopold, tiap napi teroris mendiami satu sel per orang. Hal ini bertujuan untuk membatasi interaksi antar narapidana maupun dengan petugas. Namun, di Rutan Mako Brimob 156 orang yang harus tinggal di 14 ruangan.

 

Persoalan lain yang perlu dibenahi adalah pengamanan dari luar tebal namun tipis dari dalam rutan. Menurutnya, pengamanan tebal dari luar lantaran bagi pihak luar memang tidak mudah untuk masuk dan menyerang kawasan rutan ini. Alasannya karena lokasi rutan yang berada di dalam markas Brimob.

 

Sedangkan pengamanan rutan dari dalam yang tipis lantaran lebih mudah untuk pihak dalam (tahanan/narapidana) untuk melakukan serangan akibat fasilitas yang standar pengamanannya bukan maximum security. Standar lain yang harus ada namun tidak terjadi di rutan Mako Brimob adalah harus adanya 5 lapis pintu yang harus selalu terkunci antara sel dan dunia luar.

 

“Contoh lain adalah ketebalan tembok sel yang berhadapan dengan sisi luar minimal 20 cm, yang mampu menahan impact 2 ton/titik. Ini kan kelihatan sekali tidak ada di Rutan Mako,” kata Leopold kepada Hukumonline, Sabtu (12/5).

 

Leopold menuturkan, setidaknya terdapat empat kriteria penghuni Rutan Mako Brimob. Pertama, anggota polisi atau penegak hukum. Kedua, kasus terorisme. Ketiga, kasus korupsi. Keempat, high profil cases (seperti kasus Ahok dan Aulia Pohan). Menurut Leopold, untuk anggota Polri, penegak hukum dan pejabat pertimbangannya jelas, yakni demi keamanan tahanan tersebut.

Tags:

Berita Terkait