Soal Tuntutan Heru Hidayat, Ini Kata Pegiat Antikorupsi
Terbaru

Soal Tuntutan Heru Hidayat, Ini Kata Pegiat Antikorupsi

Menjadi momen untuk meningkatkan pemberantasan korupsi sekaligus memberi efek jera.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: RES
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: RES

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendukung Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman mati terhadap Heru Hidayat terdakwa korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero). Dia menilai kasus ini menjadi momen untuk meningkatkan pemberantasan korupsi sekaligus memberi efek jera.  

“Saya sangat apresiasi karena korupsi semakin merajalela. Dan nampak ada upaya meskipun parsial. Semoga ini jadi solusi pemberantasan korupsi semakin baik dengan ada tuntutan mati untuk kasus korupsi. Dan ini artinya penegakan hukum ini sudah disampaikan lembaga resmi (Kejaksaan),” ujar Boyamin kepada Hukumonline, Kamis (9/12).

Dia menyoroti penafsiran “pengulangan” yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam penjelasan UU Tipikor, “pengulangan” termasuk keadaan tertentu yang dapat dijatuhi hukuman mati. 

Boyamin mencontohkan penfasiran “pengulangan” yaitu tindakan korupsi yang kembali dilakukan setelah seseorang lepas dari sanksi pidana korupsi sebelumnya.  (Baca: Jaksa Sebut Heru Hidayat Tak Miliki Empati Saat Lakukan Korupsi Asabri)

“Sehubungan kasus Heru Hidayat belum ada aturannya. Pemberatan itu berkaitan dengan bencana dan pengulangan. Artinya, dia korupsi lalu dipenjara, kemudian resedivis dan korupsi lagi. Ini pernah terjadi di dikasus Dicky Iskandar Dinata (kasus Bank Duta dan BNI) yang dituntut hukuman mati. Ini pengulangan. Sedangkan Heru Hidayat ini belum kategori pengulangan hanya kategori korupsi bersama-sama yang dianggap besar yaitu Jiwasraya dan Asabri. Sehingga, ini bentuk terobosan terjadi perluasan makna pengulangan itu bukan sekadar masuk penjara lalu korupsi lagi. Tapi pengulangan itu korupsi yang berulang-ulang atau berkali-kali,” jelas Boyamin. 

Namun, dia menyampaikan jaksa dan hakim memiliki kewenangan untuk menafsirkan “pengulangan” tersebut. “Tuntutan mati ini diperluas maknanya oleh Jaksa Agung sendiri dan itu boleh. Hakim pun boleh perluasan makna. Yang paling berhak menemukan hukum, meluaskan arti, menyempitkan arti yaitu sebenarnya hakim. Tapi ini lebih maju lagi dimulai jaksanya selaku Jaksa Penuntut Umum. Sehingga, hakim harusnya lebih berani lagi karena penuntut saja udah hukuman mati,” jelas Boyamin.

Seperti diketahui, pada Senin (6/12), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, membacakan tuntutan terhadap para terdakwa Asabri. Selain Heru Hidayat dituntut hukuman mati, lima orang terdakwa lainnya dituntut 10 hingga 15 tahun penjara.

Tags:

Berita Terkait