SP Internasional Kecam Penyerangan Mogok Kerja
Berita

SP Internasional Kecam Penyerangan Mogok Kerja

Peristiwa penyerangan terhadap peserta mogok kerja nasional 2013 akan di bawa ke forum internasional.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
SP Internasional Kecam Penyerangan Mogok Kerja
Hukumonline

Penyerangan terhadap peserta mogok kerja nasional 2013 dan demonstrasi yang terjadi di Bekasi beberapa waktu lalu bukan saja dikecam serikat pekerja (SP) tingkat nasional tapi juga internasional. General Secretary International Trade Union Confederation (ITUC) Asia Pasific, Noriyuki Suzuki, mengatakan penyerangan itu menjadi sorotan dunia internasional karena terkait dengan keamanan berserikat di Indonesia. Apalagi ada pekerja yang menjadi korban.

Suzuki menilai mogok kerja nasional dan demonstrasi awal November lalu berlangsung damai dan tertib. Namun, aksi damai itu dicederai dengan penyerangan yang dilakukan sekelompok orang bersenjata tajam. Ia mengatakan aksi yang dilakukan serikat pekerja adalah normal, seperti yang dilakukan serikat pekerja lain di dunia. Apalagi isu yang diangkat serikat pekerja seputar kesejahteraan dan jaminan sosial.

Suzuki mengapresiasi Indonesia karena telah meratifikasi sejumlah konvensi International Labour Organization (ILO). Misalnya, Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan dan Perlindungan Hak Berserikat, dan Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Untuk Mengorganisir dan Berunding Kolektif. Mengacu mogok kerja nasional dan demonstrasi yang dilakukan serikat pekerja beberapa hari lalu bagi Suzuki sejalan dengan amanat kedua konvensi itu. Namun, tindakan pemerintah, terutama aparat keamanan sangat disayangkan karena tidak mampu memberi perlindungan terhadap para pekerja yang melakukan aksi tersebut.

“Kami mengutuk penyerangan, itu tindakan kriminal yang terorganisir. Indonesia adalah negara demokratis dan sudah meratifikasi berbagai konvensi internasional, tapi itu dicederai dengan adanya penyerangan,” kata Suzuki dalam jumpa pers di kantor KontraS Jakarta, Kamis (7/11).

Suzuki melihat penyerangan itu sebagai tindakan kriminal yang terorganisir. Oleh karenanya pemerintah Indonesia berkewajiban menginvestigasi kasus tersebut dan menyeret aktor intelektual serta para pelakunya untuk diadili. Menurutnya, mengadili para pelaku penyerangan merupakan bentuk pertanggungjawaban yang harus ditempuh pemerintah Indonesia dan sesuai dengan amanat dalam dua konvensi ILO tersebut. Apalagi pemerintah dinilai gagal dalam mencegah terjadinya penyerangan itu.

“ITUC tidak akan bisa menerima tindakan kriminal dan serangan yang dilakukan kelompok tertentu terhadap serikat pekerja. Kami juga menyesalkan Kepolisian, tidak melakukan perlindungan kepada pekerja dari serangan,” ujar Suzuki.

Sebagai tindak lanjut, Suzuki akan membuat laporan atas peristiwa yang dialami serikat pekerja di Indonesia kepada ITUC pusat yang bermarkas di Brussels, Belgia. Kemudian, kantor pusat ITUC akan memproses laporan itu ke ILO. Menurutnya, penyerangan itu adalah masalah serius dan harus dituntaskan. “Bagaimana bisa sebuah negara yang sudah meratifikasi konvensi ILO tapi masih terjadi kekerasan terhadap gerakan pekerja,” kesalnya.

SP internasional lainnya, IndustriALL Global Union yang diwakili staf regionalnya untuk Asia Tenggara, Vonny Diananto, ikut mengecam penyerangan. IndustriALL Global Union berkomitmen mengawal penyelesaian kasus penyerangan itu antara lain melalui kampanye internasional. Bagi Vonny, penyerangan itu bukan saja melanggar hak pekerja tapi juga HAM. “Kami akan melakukan kampanye internasional bahwa terjadi kekerasan terhadap gerakan buruh di Indonesia,” tandasnya.

Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan korban dan keluarganya sudah melaporkan penyerangan itu ke kepolisian. Haris menyebut ada tujuh laporan, terdiri dari enam laporan ke Mabes Polri dan satu ke Polres Bekasi. Berdasarkan hasil investigasi KontraS dan organisasi lain, ada indikasikan kolaborasi antara pimpinan aparatur pemerintahan dan asosiasi pengusaha limbah di daerah Bekasi dan Cikarang. Haris mencatat jumlah massa penyerang sekitar 400 orang. Sebagian menggunakan atribut ormas.

Haris berharap Mabes Polri dapat memberikan perhatian serius atas laporan yang sudah disampaikan korban dan keluarganya. Sehingga para pelaku yang ditangkap bukan hanya aktor di lapangan tapi juga dalangnya. Selain Mabes Polri para korban dan keluarganya sudah menyambangi beberapa lembaga pemerintahan lain seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kompolnas dan Komnas HAM. “Ada hak pekerja yang dilanggar yaitu mogok kerja,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait