​​​​​​​Status Hukum Perempuan Sebagai Kepala Keluarga Akibat Perceraian
Hukum Perkawinan Kontemporer

​​​​​​​Status Hukum Perempuan Sebagai Kepala Keluarga Akibat Perceraian

​​​​​​​Perempuan sebagai kepala keluarga tidak selalu identik dengan perceraian. Namun secara sosial kultural, orang hanya menerima istilah perempuan kepala keluarga bila terjadi perceraian yang melalui prosedur hukum.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Sekadar catatan, Pasal 31 ayat (3) UU Perkawinan menyebutkan suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. Namun menurut Nani, dalam kasus perempuan yang masih memiliki suami pun banyak yang menjadi kepala keluarga. Misalnya, banyak perempuan yang bekerja sampai keluar negeri meninggalkan suami dan anaknya untuk mencari nafkah, tetapi kategorinya masih sebagai ibu rumah tangga.

 

“Jadi itu tidak harus diatur dalam UU siapa yang harus menjadi kepala keluarga. Perempuan menjadi kepala keluarga itu tidak selalu ketika terjadi perceraian saja,” kata Nani kepada hukumonline, Senin (28/5).

 

Nani menjelaskan bahwa secara tata negara perempuan tidak bisa mengklaim dirinya sebagai kepala keluarga karena basis UU Perkawinan telah memisahkan secara tegas bahwa laki-laki adalah kepala keluarga dan perempuan adalah ibu rumah tangga. Namun, sejak ada UU Administrasi Kependudukan (Adminduk), perempuan bisa disebut sebagai kepala keluarga secara legal formal.

 

Dengan adanya UU Adminduk, perempuan bisa memperoleh kartu keluarga sendiri tanpa harus bergabung dengan orang tua atau mantan suami sehingga bisa mengakses pelayanan dasar yang diberikan oleh pemerintah. Namun nyatanya secara kultural, perempuan kepala keluarga tetap tak dianggap di masyarakat.

 

“Secara sosial kultural orang hanya menerima istilah perempuan kepala keluarga kalau terjadi perceraian yang melalui prosedur hukum,” ujarnya.

 

PEKKA mencatat dari setiap empat keluarga di Indonesia, ada satu yang dikepalai perempuan atau sekitar 25 persen. Selain itu, ia menyebut sebanyak 70 persen keluarga yang dikepalai oleh perempuan berkubang pada kemiskinan. Setidaknya, ada tujuh kategori perempuan kepala keluarga berdasarkan definisi yang dibuat PEKKA.

 

Tujuh kategori tersebut adalah janda mati, janda cerai, istri yang ditinggal pergi suaminya, perempuan yang punya anak tapi tak menikah, istri yang suaminya sakit sehingga tak bisa bekerja, atau perempuan yang mempunyai suami yang tak bisa menunaikan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dan anak perempuan yang harus menanggung beban keluarganya. Kebanyakan dari mereka tak dicantumkan sebagai kepala keluarga di KK meski menjadi tulang punggung utama.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait