'Staycation' Sebagai Syarat Perpanjangan Kontrak Kerja Dapatkah Dipidana?
Terbaru

'Staycation' Sebagai Syarat Perpanjangan Kontrak Kerja Dapatkah Dipidana?

Ditengarai terjadi di banyak pabrik atau tempat kerja yang mayoritas pekerjanya kalangan perempuan. Sedangkan sifat pekerjaannya relasi kuasa atau sub ordinasi, bos atau atasan dan bawahan dengan alasan-alasan tertentu. Dapat dikategorikan sebagai delik aduan dalam peristiwa pidana dan dijerat dengan KUHP.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Pengamat Hukum Ketenagakerjaan Andy William Sinaga. Foto: Istimewa
Pengamat Hukum Ketenagakerjaan Andy William Sinaga. Foto: Istimewa

Fenomena 'staycation' atau kegiatan menginap ‘bareng bos’ di suatu tempat sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja pegawai atau buruh viral di media sosial saat ini. Persoalan ini mendapat kecaman publik karena memanfaatkan jabatan atau relasi kuasa untuk kepentingan pribadi yang merugikan pekerja khususnya perempuan.

Pengamat Hukum Ketenagakerjaan Andy William Sinaga menyampaikan fenomena ‘staycation’ atau ‘tidur bareng bos’ adalah fenomena yang tidak terbantahkan yang terjadi dalam hubungan industrial antara atasan dan bawahan. Dia menyampaikan sebelum viral fenomena staycation ini disinyalir acapkali terjadi dari jenjang pekerjaan yang sifatnya pada berbagai kategori seperti unskill, high skill, blue worker, white workers atau pekerja kalangan atas kantoran, asisten rumah tangga dan buruh di tingkat pabrik dan lapangan.

Menurutnya, fenomena ‘staycation’ ditengarai terjadi di banyak pabrik atau tempat kerja yang mayoritas pekerjanya kalangan perempuan. Sedangkan sifat pekerjaannya relasi kuasa atau sub ordinasi, bos atau atasan dan bawahan dengan alasan-alasan tertentu. Seperti halnya memuluskan naiknya jabatan, diancam pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) atau dipecat maupun diiming-imingi uang.

Nah, pola itu juga terjadi karena suka-sama suka, takut, dan terpaksa melakukan karena kondisi,” ujar Andy kepada Hukumonline, Jum'at (5/5/2023).

Baca Juga:

Dia menjelaskan, karena posisi para pekerja atau buruh tersebut dalam posisi tersub-ordinasi karena status sosial atasan dan bawahan, membuat mayoritas pekerja atau buruh perempuan takut untuk berbicara atas kasus atau kondisi yang dialaminya. Baginya, fenomena ‘staycation’ dapat dikategorikan sebagai delik aduan dalam peristiwa pidana. Karenanya dapat dijerat dengan menggunakan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) dan bukan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan walaupun alasannya ancaman kontrak tidak diperpanjang atau akan di PHK apabila tidak menuruti keinginan atasan.

Selain sektor industri manufaktur yang mempekerjakan mayoritas buruh perempuan menurut Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia  itu, sektor industri pertanian dan perkebunan dan rumah tangga adalah sektor yang ditengarai  banyak peristiwa staycation terjadi.

“Tinggal bagaimana para pekerja yang menjadi korban berani untuk speak up,mengungkap peristiwa yang terjadi padanya, karena unsur pelecehan seksual bisa termasuk dalam peristiwa staycation tersebut,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait