Stop Karpet Merah Praktik Omnibus dalam Revisi UU Pembentukan Perundang-Undangan
Terbaru

Stop Karpet Merah Praktik Omnibus dalam Revisi UU Pembentukan Perundang-Undangan

Seharusnya momentum Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk reformasi regulasi.

Oleh:
RED
Bacaan 3 Menit
Stop Karpet Merah Praktik Omnibus dalam Revisi UU Pembentukan Perundang-Undangan
Hukumonline

Pemerintah bersama DPR dalam membahas RUU Perubahan Kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinilai salah kaprah. Hal ini dikarenakan, pembahasan RUU Pembentukan Perundang-undangan tersebut masih melegitimasi metode omnibus law dalam praktik legislasi di Indonesia.

Padahal, menurut catatan Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK), metode omnibus law harus dievaluasi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-XVIII/2020. "Seolah-olah RUU ini hanya untuk memberikan karpet merah bagi praktik metode omnibus dan justifikasi preseden negative dalam teknis pembentukan undang-undang," tulis siaran pers PSHK yang diterima Hukumonline, Sabtu (09/4/2022).

Lebih jauh, PSHK menilai, RUU ini harusnya menjadi momentum Pemerintah Bersama DPR dalam mereformasi regulasi, seperti tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Namun yang terjadi, materi perubahan dalam RUU Perubahan Kedua UU 12/11 ini sangatlah minim, tidak mendasar dan menyeluruh.

"Daripada melakukan praktik bongkar pasang UU berdasarkan kepentingan jangka pendek, RUU Perubahan Kedua UU 12/2011 seharusnya Pemerintah dan DPR menjadikan agenda ini sebagai ajang evaluasi dan mewujudkan reformasi regulasi," tambah PSHK.

Baca juga:

Adapun berbagai masalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang masih perlu diperhatikan dan seharusnya tercantum sebagai bagian dari perubahan RUU ini tidak Nampak pembahasannya. Seperti perencanaan legislasi yang tidak sinkron dengan perencanaan pembangunan, materi muatan yang tidak sesuai dengan bentuk peraturan, adanya kondisi hiper regulasi, masih lemahnya pelaksanaan monitoring dan eksekusi rekomendasi dari hasil evaluasi peraturan perundang-undangan, dan kelembagaan pembentuk peraturan perundang-undangan yang bekerja parsial.

Selain itu, gagasan Presiden Joko Widodo untuk membentuk Pusat Regulasi Nasional juga abai untuk ditindaklanjuti dalam pembahasan RUU ini. Padahal hal itu menjadi penting untuk menyelesaikan akar permasalahan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait