Strategi Menata Ulang Kontrak Distribusi Akibat Perubahan Global Supply Chain Pasca Covid
Webinar Hukumonline:

Strategi Menata Ulang Kontrak Distribusi Akibat Perubahan Global Supply Chain Pasca Covid

Ada beberapa poin yang setidaknya harus ditambahkan ataupun dikaji ulang dalam kontrak distribusi di masa Covid-19.

Oleh:
Hamalatul Qur’ani
Bacaan 2 Menit
Webinar hukumonline, Selasa 14 Juli 2020. Foto: RES
Webinar hukumonline, Selasa 14 Juli 2020. Foto: RES

Menurunnya indeks perdagangan global pada kuartal 1 (Q1) Tahun 2020 mencapai minus 4 persen tak terlepas dari dampak penurunan impor Tiongkok yang juga menurun semenjak merebaknya wabah Covid-19. Akhirnya, rantai pasok barang maupun bahan baku global menjadi terhambat dan mengalami banyak perubahan hingga kini. Akhirnya, banyak negara mulai sadar untuk mengkaji pembentukan pusat distribusi (distribution centre)baik di tingkat global maupun regional.

Ada beberapa langkah yang diambil Pemerintah Indonesia untuk menangani perubahan pada global supply chain ini. Misalnya Pemerintah sempat memberlakukan larangan ekspor, penyederhanaan lartas ekspor sebanyak 749 kode HS Code, penyederhanaan lartas impor, percepatan ekspor/impor bagi reputable traders (traders dengan track record yang baik)serta memberikan beberapa stimulus fiskal untuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 25. Dalam lingkup traders, sebetulnya juga muncul beberapa persoalan yang bersifat privat seperti upaya-upaya pembatalan kontrak distribusi atas dalih force majeur.

(Baca juga: Penting!!! Inilah Putusan-Putusan PHK Akibat Force Majeur).

Terkait hal ini, Senior Associate HHP Lawfirm in Association with Baker & Mc Kenzie, Sheriel Ivia, mengingatkan untuk jenis usaha distribusi yang berkaitan dengan produk obat dan makanan agar tidak serta merta melakukan pengakhiran perjanjian distribusi dan langsung menunjuk distributor baru. Mengingat jenis produk tersebut membutuhkan registrasi di BPOM, dan Indonesia tidak mengenal adanya konsep ‘transfer registrasi’, maka akan memakan waktu bila harus mengurus pendaftaran perjanjian distribusi baru nantinya.

“Bila kontrak lama langsung diakhiri begitu saja dan langsung menunjuk distributor baru, maka distributor baru akan butuh waktu lagi untuk mendaftarkan perjanjian distribusi tersebut,” jelasnya dalam webinar bertajuk Perubahan dalam Global Supply Chain terkait Kontrak Distribusi dan Kebijakan Terkini, Selasa (14/07) lalu.

Lagipula, perjanjian distribusi yang masih berlaku hanya bisa diakhiri atas persetujuan dari kedua belah pihak. Termasuk penggunaan klausul force majeur untuk mengakhiri kontrak di masa pandemi tak bisa disamaratakan antar kasus. Bilapun kontrak distribusi bisa diakhiri secara sepihak, ini hanya akan berlaku bilamana perusahaan dibubarkan, perusahaan menghentikan kegiatan usaha, dialihkan hak keagenan/kedistributorannya, bangkrut/pailit atau perjanjian tidak diperpanjang.

Partner HHP Lawfirm, Riza Buditomo menambahkan ada beberapa poin yang setidaknya harus ditambahkan dan dikaji ulang dalam kontrak distribusi dalam masa covid ini. Pertama, memasukkan klausul tambahan Covid-19. Dalam klausul ini, perlu diatur ketentuan dalam memproduksi suatu barang harus ada protokol Kesehatan, terutama untuk barang-barang makanan/minuman atau barang supporting lainnya. Intinya, ditambahkan klausul agar para pihak berjanji bahwa barang yang diproduksi tersebut harus merupakan barang yang diproduksi sesuai dengan standar Kesehatan yang ada, minimal sesuai standar yang telah ditetapkan Pemerintah atau bisa merujuk pada standar WHO.

Selain masalah standar produksi, komunikasi berkala juga perlu dilakukan dimasa-masa Covid-19, mengingat ada banyak sekali kemungkinan perubahan-perubahan baik dari sisi regulasi dan kebijakan antar negara maupun kondisi di lapangan. Untuk itu, komunikasi berkala menjadi hal yang sangat penting untuk melakukan evaluasi seiring dengan perkembangan normal baru (new normal). Terkait jangka waktu perjanjian, perlu diatur perjanjian yang sifatnya lebih singkat dan tidak open ended (perpanjangan tidak otomatis) agar para pihak yang terikat dalam kontrak memiliki fleksibilitas (bisa mengikuti perkembangan yang ada). Ini juga berkaitan dengan kegiatan komunikasi secara berkala seperti disebutkan sebelumnya. Bila klausul yang digunakan adalah perpanjangan otomatis, maka akan ada issue terkait termination kontrak, apalagi bila hendak melakukan penggantian rekan dalam berusaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait