Suciwati Curahkan Memorinya dalam Buku Mencintai Munir
Utama

Suciwati Curahkan Memorinya dalam Buku Mencintai Munir

Berharap melalui buku berjudul 'Mencintai Munir' ini semua orang dapat memahami kerja-kerja Munir semasa hidupnya dan bagaimana kesehariannya sebagai aktivis HAM sekaligus kepala keluarga serta dapat memberi semangat dan inspirasi bagi generasi muda.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Istri almarhum Munir, Suciwati (tengah) bersama narasumber lain dalam diskusi peluncuran buku berjudul 'Mencintai Munir', Rabu (14/9/2022). Foto: ADY
Istri almarhum Munir, Suciwati (tengah) bersama narasumber lain dalam diskusi peluncuran buku berjudul 'Mencintai Munir', Rabu (14/9/2022). Foto: ADY

Istri mendiang almarhum Munir Said Thalib, Suciwati, tak lelah mencari keadilan atas peristiwa pembunuhan yang dialami suaminya itu. Menurutnya, Munir atau yang akrab disapa Cak Munir berperan penting dalam membangun demokrasi dan HAM di Indonesia. Kritik yang dilontarkan Munir terhadap ABRI, bagi Suciwati itu karena Munir mencintai lembaga itu dan ingin TNI/Polri profesional menjalankan tugas dan fungsinya.

“Munir berupaya memperjuangkan kesejahteraan prajurit TNI/Polri,” kata Suciwati dalam peluncuran buku berjudul Mencintai Munir di bilangan Kemang Jakarta, Rabu (14/9/2022).

Tidak mudah bagi Suciwati untuk menulis kisah tentang salah satu orang yang paling dicintainya seumur hidup. Butuh 17 tahun lebih untuk mampu menuliskan semua kegiatan dan pengalamannya bersama Cak Munir yang dituangkan dalam sebuah buku. Selama belasan tahun itu banyak bahan yang dikumpulkan sebagai sumber tulisan. ”Perlu waktu yang panjang bagi saya untuk bisa menulis kegiatan almarhum. Bagaimana perannya dalam menjunjung tinggi HAM di Indonesia di kala rezim menginjak-injak kemanusiaan,” ujarnya.

Suciwati tak sendiri dalam menggarap buku yang tebalnya lebih dari 320 halaman itu. Sejumlah rekan membantunya, termasuk mereka yang dulu sempat bekerja bersama Cak Munir. Alhasil, buku itu bisa diselesaikan dalam waktu sekitar 10 bulan.

Baca Juga:

Sebagian buku itu menceritakan bagaimana Munir kala itu dituding sebagai “antek-antek asing yang ingin menjual data ke Belanda.” Narasi itu terus bergulir sampai di persidangan dengan terdakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono (Muchdi PR). Buku ini membalikkan narasi itu dimana Munir sesungguhnya cinta terhadap Indonesia. Bahkan ketika memilih naik pesawat ke Belanda, Munir tidak ingin naik pesawat selain Garuda Indonesia. Padahal pesawat itu yang menjadi penerbangan terakhir baginya.

Sampai sekarang Suciwati juga masih melihat narasi “antek-antek asing” itu masih disematkan kepada Munir. “Munir mengkritik ABRI karena dia mencintai lembaga itu, dia memperjuangkan kesejahteraan prajurit TNI/Polri. Dia mau TNI dan Polri itu profesional,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait