Suka Duka Membela Soeharto
All the Presidents’ Lawyers

Suka Duka Membela Soeharto

Adnan Buyung Nasution pernah merasa dimusuhi presiden. Setelah lengser, Soeharto menunjuk sejumlah pengacara ternama, untuk menghadapi tuduhan korupsi.

Oleh:
M. Yasin/Ali Salmande
Bacaan 2 Menit

Menjadi pengacara Soeharto, kata Denny, sama saja dengan menjadi pengacara orang lain. Cuma, ada tantangan dari luar. Saat itu rezim Soeharto sedang dihujat banyak pihak. Ini tantangan bagi lawyer, bagaimana menempatkan diri agar tetap profesional. Orang yang dekat dengan Soeharto kala itu dimusuhi, apalagi yang jadi pembelanya. Ada rasa khawatir pada Denny, klien-kliennya menjauh. Tetapi berkat profesionalisme, kekhawatiran itu tidak terjadi.

“Saya bisa menyelesaikan tugas saya sebagai profesional, sehingga kantor (lawfirm) saya tidak terusik. Saya bisa memberikan pengertian dan penjelasan tentang tindakan saya dalam menangani kasus Soeharto, sehingga kantor saya tidak terganggu,” jelasnya.

Tim pengacara Soeharto tak hanya menemani klien dalam proses pemeriksaan dugaan korupsi. Presiden Abdurrahman Wahid nyaris terkena imbas upaya hukum karena pernyataannya di harian Kompas yang menyebut Soeharto ‘banyak korupsinya’.

Sebagai pengacara Soeharto, OC marah sekali membaca pernyataan ‘yang sangat tak layak diucapkan seorang presiden yang tentunya harus sadar hukum’. Namun Soeharto meminta pengacaranya mengabaikan. Karena klien tak setuju mempersoalkan secara hukum kalimat Presiden Abdurrahman Wahid, Kaligis hanya mengirimkan surat protes kepada Kapolri S. Bimantoro, dengan tembusan kepada Wakil Presiden Megawati, Ketua DPR Akbar Tanjung, Ketua MPR Amien Rais, dan Kompas.

OC Kaligis juga menulis dalam bukunya bahwa dugaan korupsi juga pernah menimpa Gus Dur. Gus Dur pernah diperiksa dalam kasus Brunei Gate. Namun penyidikannya dihentikan kemudian.

****

Dari Jakarta ke Hong Kong, lalu melanjutkan perjalanan ke New York. Di Negeri Paman Sam itu, advokat Todung Mulya Lubis ditemani Andrew Sriro, berbincang dengan in-house lawyers majalah Time seperti Nicholas Jollymore, Robin Bierstedt, Michael Queen, dan Peter Tomlinson.

Sekembali ke Jakarta, Todung menyiapkan tim hukum. Selain Todung, tim kuasa hukum majalah Time di Indonesia beranggotakan Lelyana Santosa, Kamal Firdaus, Saifullah, dan Harjon Sinaga. Tim hukum ini melakukan banyak diskusi karena harus menghadapi gugatan yang dilayangkan bekas orang nomor satu Indonesia: Soeharto.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait