Sumber dan Penggunaan Dana Kampanye Tetap Harus Diawasi
Berita

Sumber dan Penggunaan Dana Kampanye Tetap Harus Diawasi

Bawaslu didorong untuk mengawasi adanya iklan-iklan terselubung, baik di televisi maupun media cetak.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Diskusi dana kampanye di Bawaslu. Foto: DANI
Diskusi dana kampanye di Bawaslu. Foto: DANI

Harapan publik atas terselenggaranya pemilu yang bersih nampaknya akan terus menjadi harapan. Bagaimana tidak? Pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan yang menjadi aturan main bagi penyelenggaraan pemilu tampak seperti sesuatu yang terjadi secara lumrah. Hal yang paling krusial misalnya, persoalan kejelasan sumber dan peruntukan penggunaan dana kampanye hingga hari ini tetap menjadi tanda tanya bagi publik pemilik suara.

Sejumlah instrumen sebenarnya telah disiapkan baik oleh penyelenggara pemilu sendiri maupun para pembuat undang-undang. UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait dana kampanye telah mengatur mekanisme pelaporan. Ada ketentuan mengenai laporan dana kampanye yang di dalamnya terdiri dari: laporan awal dana kampanye, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye, dan laporan penggunaan dana kampanye.

Meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan untuk mencoret keikutsertaan sejumlah Partai Politik peserta pemilu di beberapa daerah, keputusan ini dianggap belum memenuhi harapan karena pendekatan yang digunakan pembuat UU dalam pemenuhan kewajiban untuk melaporkan sumber penerimaan dan penggunaan dana kampanye. “Audit yang dilakukan oleh KAP masih berbasis audit kepatuhan, tidak sampai kepada audit kebenaran laporan yang disampaikan,” hal ini menjadi salah satu catatan dari Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Abhan Misbah, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di Media Center Bawaslu, Rabu (10/4).

(Baca juga: Penegakan Hukum, KPU Batalkan Keikutsertaan 11 Parpol di Sejumlah Daerah).

Menurut Abhan desain UU Pemilu yang telah ada saat ini, mengatur mekanisme audit yang akan dilakukan oleh kantor akuntan publik menggunakan pendekatan berbasis kepatuhan. Artinya, sepanjang peserta pemilu menyadari bahwa kepatuhan untuk melaporkan sumber dan penggunaan dana kampanye adalah salah satu hal penting maka mereka baru akan melaporkan. Selain itu, atribut penilaian yang digunakan hanya sebatas ketaatan menyampaikan laporan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan pengisian kolom informasi dana kampanye yang disediakan oleh KPU.

Namun, pendalaman lebih jauh terhadap informasi yang disampaikan berdasarkan laporan tersebut jarang tersentuh oleh penyelenggara. Hal ini menjadi area abu-abu yang belum jelas hingga saat ini. Koordinator bidang korupsi politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donald Faris misalnya, ia mempertanyakan latar belakang perkumpulan Golver yang berdasarkan LADK di KPU menjadi penyumbang terbanyak bagi Calon Presiden nomor urut 01. Tidak hanya itu, Donal juga mempertanyakan penggunaan dana kampanye pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden nomor urut 02. “Sandi ngomong kalau sudah menghabiskan 1,5 triliun untuk dana kampanye, itu akan dilaporkan gak ke KAP (Kantor Akuntan Publik)?,” ujar Donal di tempat yang sama.

Lebih jauh Donal mengungkapkan, problem lain yang saat ini tengah dihadapi adalah tidak hanya terkait kepatuhan peserta pemilu melaporkan dana kampanye. Ia juga menyoroti keberanian penyelenggara pemilu untuk melakukan penindakan terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu. Menitikberatkan pada pelanggaran peserta pemilu di masa kampanye, Donal menyoroti banyaknya alat peraga kampanye yang ditemukan tidak sesuai dengan aturan di UU Pemilu. Namun terhadap hal ini, ia masih melihat diantara aparat masih saling lempar tanggung jawab.

“Contoh yang paling sederhana, alat peraga kampanye kandidat yang melanggar hukum itu kan banyak banget sebenarnya. Dimana ada, di pohon kayu dan sebagainya. Tapi sesama penegak hukum saling lempar. Bawaslu bilang itu kewenangan Pol PP, Pol PP bilang itu kewenangan Bawaslu,” terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait