Surat ke BEI Ungkap Kronologis Sengketa Pajak PGN vs DJP Senilai Rp6,88 Triliun
Berita

Surat ke BEI Ungkap Kronologis Sengketa Pajak PGN vs DJP Senilai Rp6,88 Triliun

Selain sengketa yang diputus MA sebesar Rp3,06 triliun ada juga sengketa lain sebesar Rp3,82 triliun.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Mahkamah Agung memutuskan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) harus membayar pajak senilai Rp3,06 triliun kepada negara melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkaitan dengan sengketa pajak 2012 dan 2013. Dan ternyata tidak hanya itu saja, ada sengketa lain di antara keduanya dengan nilai sebesar Rp3,82 triliun untuk periode pajak 2014-2017.

Hal ini terungkap dalam surat yang dikirimkan Sekretaris Perusahaan PT PGN Rahmat Hutama kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam surat dengan nomor 039100.S/HM.01.00/COS/2020 yang diperoleh Hukumonline sebagai jawaban dari surat yang dikirimkan BEI yang meminta penjelasan mengenai adanya sengketa ini, Rachmat menjelaskan kronologis terjadinya sengketa pajak yang dimaksud.

Menurutnya, PGN memiliki perkara hukum yaitu sengketa pajak dengan DJP atas transaksi tahun pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan Laporan Keuangan Perseroan per 31 Desember 2017 dan seterusnya, dengan 5 pokok sengketa. Pertama sengketa tahun 2012 berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (“PMK”) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi.

Kedua sengketa tahun 2013 berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan Perseroan. Pada Juni 1998, Perseroan menetapkan harga gas dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 disebabkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang Rp terhadap US$, yang sebelumnya harga gas dalam Rp/M3 saja. DJP berpendapat porsi harga Rp/M3 tersebut sebagai penggantian jasa distribusi yang dikenai PPN, sedangkan PGN berpendapat harga dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 merupakan satu kesatuan harga gas yang tidak dikenai PPN.

“Atas sengketa pada huruf a dan b di atas, DJP menerbitkan 24 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total nilai sebesar Rp4,15 triliun untuk 24 masa pajak,” kata Rachmat dalam poin ketiga. (Baca: Begini Awal Mula Sengketa Pajak PGN dan DJP)

Poin keempat menyebut selain sengketa satu dan dua, masih ada PGN dengan DJP untuk jenis pajak lainnya periode tahun 2012-2013 melalui penerbitan 25 SKPKB dengan total nilai sebesar Rp2,22 miliar. Proses hukum pun dilakukan dengan cara mengajukan keberatan namun ditolak DJP. Kemudian pada 2018 PGN mengajukan upaya hukum banding melalui Pengadilan Pajak dan pada tahun 2019 Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Perseroan dan membatalkan ketetapan DJP atas 49 SKPKB.

“Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, pada tahun 2019, DJP mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait