Ekses Yuridis Surat Ketua MA tentang Penyumpahan Advokat
Kolom

Ekses Yuridis Surat Ketua MA tentang Penyumpahan Advokat

Secara sosio-legal, tentu sangat beralasan ketika muncul kekhawatiran dunia hukum yang dijalankan juga oleh pada advokat akan semakin mengalami keterpurukan.

Bacaan 8 Menit

Namun khusus mengenai pengangkatan seorang advokat melalui sebuah prosesi sumpah profesi advokat, kewenangan penyumpahan ini masih menjadi kewenangan lembaga Peradilan Tinggi. Maka ketika kewenangan pengangkatan sumpah advokat yang semula berbasis single bar system demikian justru dibelokkan dengan SKMA Penyumpahan Advokat, yang terjadi kemudian adalah praktik maladministrasi yang disebabkan oleh SKMA tersebut.

Kondisi mengenai kewenangan penyumpahan demikian semakin runyam karena dengan keluarnya SKMA Penyumpahan Advokat tanggal 25 September 2015 tersebut justru ‘membukakan pintu’ bagi organisasi advokat selain Peradi untuk mengusulkan penyumpahan advokat di Pengadilan Tinggi pada wilayah hukum domisili advokat. Hal inilah yang menyimpangi ketentuan UU Advokat maupun beragam putusan hakim, baik dari kalangan Mahkamah Agung (MA), maupun uji materi yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Meskipun terbitnya SKMA Penyumpahan Advokat memunculkan permasalahan baru serta penolakan dari PERADI, hingga saat ini MA agaknya tetap bergeming. Penolakan atas terbitnya SKMA Penyumpahan Advokat yang notabene beralasan kuat dan memiliki argumentasi yuridis sesuai ketentuan perundangan, putusan MK maupun putusan MA, sejatinya ditambah pula dengan argumentasi yang bersifat empiris.

Kewenangan Pengangkatan Profesi Advokat di Indonesia

Mengkaji dengan cermat kewenangan penyumpahan profesi advokat tentu saja berkorelasi dengan UU Advokat yang menempatkan kewenangan tetap diberikan kepada Ketua Pengadilan Tinggi untuk menyumpah calon-calon advokat yang sudah memenuhi kriteria yang disyaratkan. Ketua Pengadilan Tinggi masih memiliki peranan sentral mengenai legalitas dari seorang advokat yang diberikan legitimasi untuk bersidang di dalam peradilan.

Terdapat sejumlah alasan yang melatarbelakangi terbitnya SKMA Penyumpahan Advokat. Pertama, bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat, sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.

Kedua, bahwa berdasarkan surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang pada pokoknya Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para advokat yang telah memenuhi syarat, dengan ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh pengurus Peradi sesuai dengan jiwa kesepakatan tanggal 24 Juni 2010, ternyata kesepakatan tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya, bahkan Peradi yang dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah. Di samping itu berbagai pengurus advokat dari organisasi-organisasi lainnya juga mengajukan permohonan penyumpahan.

Ketiga, bahwa UUD 1945 menjamin hak untuk bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, hak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (tidak terkecuali advokat) sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2). Keempat, bahwa di beberapa daerah tenaga advokat dirasakan sangat kurang karena banyak advokat yang belum diambil sumpah atau janji sehingga tidak bisa beracara di pengadilan sedangkan pencari keadilan sangat membutuhkan jasa advokat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait