Ekses Yuridis Surat Ketua MA tentang Penyumpahan Advokat
Kolom

Ekses Yuridis Surat Ketua MA tentang Penyumpahan Advokat

Secara sosio-legal, tentu sangat beralasan ketika muncul kekhawatiran dunia hukum yang dijalankan juga oleh pada advokat akan semakin mengalami keterpurukan.

Bacaan 8 Menit

Kelima, bahwa advokat yang telah bersumpah atau berjanji di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya, sebelum maupun sesudah terbitnya UU Advokat dapat beracara di Pengadilan dengan tidak melihat latar belakang organisasinya.

Keenam, bahwa terhadap advokat yang belum bersumpah atau berjanji, Ketua Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi persyaratan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Advokat atas permohonan dari beberapa organisasi advokat yang mengatasnamakan Peradi dan pengurus organisasi advokat lainnya hingga terbentuknya UU Advokat yang baru.

Ketujuh, setiap kepengurusan advokat yang dapat mengusulkan pengambilan sumpah atau janji harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat selain yang ditentukan dalam angka 6 tersebut di atas. Kedelapan, dengan diterbitkannya surat ini, maka surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juli 2010 perihal penyumpahan Advokat dan Surat Nomor 052/KMA/HK.01/III/2011 tanggal 23 Maret 2011 perihal Penjelasan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 dinyatakan tidak berlaku.

Menelaah langkah diskresioner terobosan hukum yang dilakukan oleh Ketua MA tersebut, jika dibaca dalam batas penalaran hukum yang wajar, maka secara format tekstualitasnya, SKMA Penyumpahan Advokat ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai peraturan kebijakan berdasarkan prinsip-prinsip yang menjadi doktrin kebijakan.

Lebih dari itu, jika dilihat dari kebiasaan kebijakan administrasi di lingkungan MA, berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung (KMA) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk perbuatan atau tindakan administrasi di lingkungan MA secara limitatif hanya terdiri dari: Peraturan Mahkamah Agung (PERMA); Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Surat Keputusan.


Maka ketika mencermati Keputusan Mahkamah Agung (KMA) Nomor 57 Tahun 2016 tersebut, tidak disebutkan jenis Surat Ketua MA sebagai bagian dari bentuk pedoman penyusunan kebijakan di lingkungan MA. Oleh karenanya, SKMA Penyumpahan Advokat telah menyimpangi peraturan kebijakan internal MA, yaitu Keputusan Mahkamah Agung (KMA) Nomor 57 Tahun 2016.

Lebih jauh, substansi SKMA Penyumpahan Advokat ini, jika ditelaah dari aspek kebijakan publik, secara jelas telah mengubah cara pandang publik terhadap organisasi advokat dari single bar system ke multy bar system. Maka dengan demikian SKMA ini secara substantif telah nyata menyulut ketidakpastian hukum dalam aspek pelaksanaan atau penerapan UU Advokat dalam praktik pengusulan sumpah advokat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait