Ekses Yuridis Surat Ketua MA tentang Penyumpahan Advokat
Kolom

Ekses Yuridis Surat Ketua MA tentang Penyumpahan Advokat

Secara sosio-legal, tentu sangat beralasan ketika muncul kekhawatiran dunia hukum yang dijalankan juga oleh pada advokat akan semakin mengalami keterpurukan.

Bacaan 8 Menit

Padahal dari sudut pandang hukum administrasi, setiap produk kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk kebijakan administrasi diperlukan kepercayaan publik (public trust) yang dalam hal ini salah satu syaratnya adalah pembuatan peraturan pelaksana suatu undang-undang berdasarkan asas: “…those qualities of a decision process that provide arguments for the acceptable ofits decisions".

Pada konteks demikian, artinya kualitas suatu keputusan dalam kebijakan publik dapat dianggap berkualitas jika keputusan itu dapat diterima baik oleh orang/badan yang secara langsung berhubungan dengan keputusan itu atau orang/badan yang tidak secara langsung terkena dampak dari keputusan dalam kebijakan publik itu. Oleh karena itu SKMA ini sudah seharusnya batal demi hukum (van rechtwageneting) ketika diproses dalam suatu Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebagaimana diketahui, suatu keputusan yang dinyatakan batal demi hukum, akan berakibat keputusan yang dibatalkan itu berlaku surut, terhitung mulai saat tanggal dikeluarkannya keputusan yang dibatalkan itu. Keadaan selanjutnya dikembalikan pada keadaan semula sebelum dikeluarkannya keputusan tersebut (ex-tunc) dan akibat hukum yang telah ditimbulkan oleh keputusan itu dianggap tidak pernah ada.

Namun pengajuan gugatan TUN demikian tidak tanpa kekhawatiran. Setidaknya masih terdapat pandangan pesimis mengenai potensi ‘ketakutan’ pada para hakim Pengadilan Tata Usaha Negara ketika SKMA Penyumpahan Advokat diajukan melalui Peradilan TUN. Akankah hakim PTUN yang notabene di bawah lingkup pengawasan MA ‘berani’ memeriksa produk hukum Ketua MA?

Secara lebih mendalam pada ranah substansinya, sejatinya terlihat jelas bahwa sesungguhnya setelah berlakunya SKMA Penyumpahan Advokat, maka berimplikasi terhadap semakin banyaknya organisasi yang akan bermunculan dan semakin banyaknya advokat-advokat dari organisasi selain PERADI. Hal ini karena telah dibuka dan diberikannya kewenangan yang besar kepada Ketua Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah advokat tanpa harus melihat latar belakang organisasi profesi advokatnya.

Mencermati kondisi demikian, maka secara sosio-legal, tentu sangat beralasan ketika muncul kekhawatiran dunia hukum yang dijalankan juga oleh pada advokat akan semakin mengalami keterpurukan. Ketiadaan pengawasan yang ketat dari satu organisasi advokat yang memiliki legitimasi (single bar system), ketiadaan seleksi yang ketat terhadap calon-calon advokat pada saatnya berpotensi menurunkan mutu dari advokat sebagai akibat tidak standarnya proses yang dijalani, dan kekhawatiran munculnya fenomena ‘kutu loncat’ ketika terjadi pelanggaran kode etik oleh seorang oknum advokat yang dengan mudah beralih ke organisasi profesi advokat bersistem multi bar akibat munculnya banyak organisasi profesi advokat.

Pada kulminasi yang lebih luas, kebutuhan yang demikian besar dari masyarakat mengenai perlindungan dan pemenuhan hukum merupakan urgensi yang tidak bisa ditawar lagi, masyarakat yang memasuki esoterisme dan buta akan hukum menjadi prioritas untuk dilindungi hak-haknya. Pada konteks demikian hak-hak masyarakat harus dilindungi oleh orang-orang yang paham hukum, dan tentu saja salah satu yang dianggap mengerti hukum dan bersedia memberikan perlindungan hukum adalah advokat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait