Tak Bisa Dibendung, Begini Cara Dunia Akademik Berdamai dengan ChatGPT
Utama

Tak Bisa Dibendung, Begini Cara Dunia Akademik Berdamai dengan ChatGPT

Hasil ChatGPT berpotensi masalah plagiasi dan pelanggaran hak cipta.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Ketua Program Studi Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) Henry Soelistyo Budi dalam webinar nasional berjudul 'Dilema Plagiasi dalam Aplikasi ChatGPT', Rabu  (7/7/2023). Foto: NEE
Ketua Program Studi Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) Henry Soelistyo Budi dalam webinar nasional berjudul 'Dilema Plagiasi dalam Aplikasi ChatGPT', Rabu (7/7/2023). Foto: NEE

Ketua Program Studi Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) Henry Soelistyo Budi menjelaskan prospek dunia akademik hidup damai bersama Chat GPT. Hal itu disampaikan dalam webinar nasional program doktor hukum UPH berjudul “Dilema Plagiasi dalam Aplikasi ChatGPT”, Rabu (7/7/2023). “Suka atau tidak suka, dunia akademik kita akan hidup damai bersama ChatGPT. Harus damai,” kata pakar hukum kekayaan intelektual lulusan London ini.

Sebagai akademisi, Henry mengingatkan bahwa mahasiswa harus bekerja berdasarkan pikiran sendiri. Proses penalaran intelektual tidak boleh digantikan dengan mesin kecerdasan buatan semacam ChatGPT. Ia mengakui kemajuan teknologi tidak mungkin dihalangi. Namun, kemajuan penemuan mesin kecerdasan buatan, seperti ChatGPT harus ditempatkan hanya sebatas instrumen digital yang membantu, bukan menggantikan.

Ia khawatir jika kesalahan menempatkan ChatGPT justru akan menurunkan derajat peradaban manusia. Kondisi itu bisa terjadi jika manusia bergantung pada penalaran mesin kecerdasan buatan alih-alih kemampuan berpikirnya sendiri. “Chat GPT tidak lebih pintar dari manusia secara alami,” kata dia menegaskan. Ide, gagasan, dan inspirasi kemanusiaan tidak boleh berhenti karena bergantung pada teknologi seperti ChatGPT.

Baca Juga:

Henry membandingkan persoalan mesin kecerdasan buatan ChatGPT dengan mesin pencari Google. “Googling masih melibatkan langkah verifikasi, dalam konteks ChatGPT jawaban itu sudah lengkap dan cepat dari mesin.” Chat GPT adalah nama singkatan dari Generative Pre-training Transformer. Cara kerja teknologi kecerdasan buatan ini memakai format percakapan. Pengguna bisa mengetik pertanyaan yang akan dijawab dalam waktu singkat dengan berbasis pusat data yang dimiliki Chat GPT. Chat GPT adalah produk perusahaan bernama Open AI yang digagas pengusaha ternama Elon Musk.

Hal lain yang diingatkan Henry adalah sejumlah masalah hukum yang muncul akibat ChatGPT. Khususnya ketika dimanfaatkan untuk karya-karya dalam dunia akademik. Pertanyaan hukum yang ia ajukan adalah, “Siapa pencipta artikel hasil Chat GPT? Bagaimana validitasnya?” Hasil ChatGPT berpotensi mengandung kemiripan yang bernilai plagiasi dan melanggar hak cipta.

Henry mengusulkan agar dunia akademik tetap menjunjung moral ilmiah dalam memanfaatkan ChatGPT. Ia mengakui ChatGPT bisa mendukung akademisi lebih cerdas atau tidak tergantung cara menggunakannya. Hal yang pasti, ChatGPT membantu meringkas berbagai informasi yang relevan dari sumber-sumber yang berlimpah. Itu sangat membantu penelitian alih-alih pergi ke perpustakaan untuk mencari literatur yang relevan secara manual.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait