Tak Perbaiki Jalan Rusak, Penyelenggara Jalan Terancam Sanksi
RUU LLAJ:

Tak Perbaiki Jalan Rusak, Penyelenggara Jalan Terancam Sanksi

Penyelenggara bisa lolos kalau sudah memasang tanda hati-hati atau rambu pada jalan yang rusak.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Tak Perbaiki Jalan Rusak, Penyelenggara Jalan Terancam Sanksi
Hukumonline

 

Kini, melalui RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang sudah disetujui DPR, penyelenggara jalan tidak bisa sembarangan lagi. Jalanan yang telanjur digali kudu diperbaiki lagi seperti semula. Jika tidak, sanksi pidana dan denda siap menanti Anda. Penyelenggara jalan tidak lagi bisa meninggalkan galian atau tumpukan tanah tanpa memberi tanda khusus.

 

Berdasarkan RUU LLAJ, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Jika tidak segera diperbaiki, bersiap-siaplah menunggu sanksi sesuai dengan akibat yang timbul pada kecelakaan tersebut.  Sanksi penjara enam bulan atau denda hingga Rp12 juta dikenakan jika korban hanya luka ringan, atau yang rusak hanya kendaraan atau barang yang dibawa pengendara. Kalau korban luka berat, hukumannya dua kali lipat. Ancamannya semakin berat kalau korban meninggal dunia. Dalam kondisi terakhir, penyelenggara bisa diancam maksimal lima tahun penjara atau denda maksimal Rp120 juta.

 

Penyelenggara jalan sebenarnya bisa lolos dari ancaman sanksi yang lebih berat. Syaratnya, ia harus bisa memberikan argumentasi bahwa jalanan yang rusak belum bisa diperbaiki. Selain itu, menurut pasal 24 ayat (2) RUU LLAJ, penyelenggara jalan kudu memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak sehingga bisa mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

 

Di satu sisi, rumusan tadi bisa menjadi kabar baik buat pengendara karena memberikan ‘warning' agar penyelenggara tidak membiarkan jalanan rusak. Tetapi di sisi lain, pengendara juga bisa kena sanksi. Berdasarkan pasal 274 RUU LLAJ, setiap pengguna jalan yang menyebabkan jalanan rusak terancam pidana kurungan maksimal dua bulan atau denda maksimal Rp500 ribu.

 

Dana Preservasi

Untuk mengantisipasi banyaknya kecelakaan akibat kerusakan jalan, RUU LLAJ memperkenalkan Dana Preservasi Jalan (DPJ). DPJ adalah dana yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

 

Para pengguna jalan antara lain menjadi penyumbang Dana Preservasi ini, selain dari Pemerintah. Misalnya dari pajak bensin dan pajak kendaraan. DPJ itu kelak akan dikelola unit khusus yang bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum. Dirjen Bina Marga Departemen PU, Hermanto Dardak memberi alasan mengapa DPJ dapat berasal dari pengguna jalan: agar tumbuh rasa memiliki jalan pada masyarakat.

 

Kerusakan jalan bisa diminimalisir, kata Menteri Perhubungan Jusman Syafei Jamal, usai ketok palu persetujuan DPR terhadap RUU LLAJ untuk disahkan menjadi Undang-Undang, 26 Mei lalu. Payung hukum Dana Preservasi Jalan diatur dalam pasal 29 – 32 RUU LLAJ.

 

Setahun sudah berlalu sejak kematian aktor Sophan Sophian. Motor Harley Davidson yang dikendarai Sophan terpelanting di Jalan Raya Ngawi – Sragen akibat jalanan rusak. Hingga kini tak ada satu pun yang dimintai pertanggungjawaban hukum atas kecelakaan itu. Kematian Sophan dianggap sebagai musibah belaka.

 

Jalanan rusak bukan hanya mengakibatkan kematian Sophan Sophian. Begitu banyak orang yang luka ringan hingga luka berat dan kehilangan nyawa akibat kerusakan jalan. Ibukota Jakarta adalah satu daerah dengan tingkat kecelakaan tinggi. Acapkali disebabkan jalanan licin. Maklum, jalanan sering digali untuk kepentingan bisnis tertentu, lalu dibiarkan begitu saja.

Halaman Selanjutnya:
Tags: