Takkan Lari Teknologi Dikejar
Kolom

Takkan Lari Teknologi Dikejar

Hubungan hukum dan teknologi sering digambarkan seperti hubungan Tom & Jerry. Penuh adegan kejar-kejaran yang konyol, dan jadi tontonan lintas generasi.

Bacaan 2 Menit
Takkan Lari Teknologi Dikejar
Hukumonline

Kita mungkin sudah terlalu sering mendengar ungkapan bahwa hukum selalu tertinggal dibanding teknologi. Teknologi digambarkan selalu melesat maju dan cepat berkembang, sementara hukum seperti juru parkir kesiangan yang muncul tergopoh-gopoh mengejar dari belakang dan berusaha mengatur. Hubungan hukum dan teknologi sering digambarkan seperti hubungan Tom & Jerry. Penuh adegan kejar-kejaran yang konyol, dan jadi tontonan lintas generasi.

Secara teori sebenarnya ada diskusi yang cukup rumit soal hubungan hukum dan teknologi. Benarkah hukum perlu merespon dan berubah dalam menghadapi teknologi baru? Seberapa besar pengaruh teknologi baru dalam memaksa hukum untuk menyesuaikan dan berubah?

Ada contoh pertanyaan menarik yang digunakan oleh Meg Leta Jones (2017) dalam pengantar tulisannya: apakah mobil tanpa pengemudi (driverless cars) adalah suatu hal baru? Seberapa baru? Apakah perlu pendekatan hukum atau peraturan baru? Kalau baru, tentu jawabannya bisa iya. Kalau ternyata bukan hal baru, jawabannya tentu bisa tidak.

Pertanyaan sederhana itu ternyata rumit jawabannya. Sekilas tentu kita bisa mudah menjawab bahwa mobil tanpa pengemudi jelaslah merupakan suatu hal yang baru. Tapi kemudian, kita bisa saja langsung ragu soal kebaruan itu, ketika diminta menjelaskan apa hal yang baru tentang itu secara hukum? Bukankah pada dasarnya dari kacamata hukum semua mobil, terlepas ada tidaknya sang pengemudi, adalah alat transportasi biasa saja? Pertanyaan bisa saja berlanjut, misalnya: apakah karena mobil itu tak berpengemudi, lantas tidak ada yang bisa diminta pertanggungjawaban bila terjadi kecelakaan?

Diskusi itu dikenal dengan diskusi tentang technological exceptionalism. Sederhananya, diskusi Technological Exceptionalism ini membahas soal seberapa berpengaruh suatu teknologi yang baru muncul terhadap kebutuhan adanya hukum baru. Diskusi soal technological exceptionalism ini sempat marak didiskusikan dalam pembahasan mengenai hukum siber (cyberlaw) di tahun 90an.

Ada suatu pertanyaan, apakah ranah siber sedemikian istimewanya sehingga perlu pengaturan dan instrumen hukum khusus? Hal ini dikenal sebagai debat “the law of the horse”, yang berangkat dari analogi terkenal dari Frank H. Easterbrook (1996) yang mengandaikan bahwa pembahasan mengenai hukum siber sebenarnya tak lebih, atau sama saja dengan pembahasan tentang hukum kuda. Diskusi itu kemudian ditanggapi oleh Lawrence Lessig (1999), dan terus bergulir dan berkembang lintas bidang hukum, teknologi, dan kemasyarakatan.

Lalu bagaimana dengan perkembangannya di Indonesia? Bagaimana sebaiknya strategi pembentukan hukum di Indonesia dalam merespon kemunculan teknologi baru? Tulisan sederhana ini adalah sekadar upaya kecil memantik diskusi tentang hukum, teknologi, masyarakat, dan perkembangannya di Indonesia. Tulisan ini dibuat dalam rangka perayaan ulang tahun Hukumonline ke-20. Karena Penulis merupakan bagian dari organisasi pendiri Hukumonline, maka bias dan subyektivitas dalam bagian yang membahas tentang Hukumonline pasti ada, dan bisa dinilai sendiri oleh sidang pembaca.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait