Tanda Tangan Elektronik, Jaminan Autentikasi Kini dan Nanti
Inforial

Tanda Tangan Elektronik, Jaminan Autentikasi Kini dan Nanti

Penggunaannya dalam sistem hukum Indonesia, telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik—sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE).

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Cara Kerja Tanda Tangan Elektronik

Telah disebutkan sebelumnya, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU ITE, TTE—baik di naskah dinas maupun dokumen negara lainnya—terjamin keabsahannya. Tanda tangan elektronik tersertifikasi menggunakan metode kriptografi asimetris dengan infrastruktur kunci publik. Sebelumnya, penyelenggara sertifikasi elektronik akan menerbitkan pasangan kunci yang secara unik terkait pada subjek hukum (kunci privat dan kunci publik). Keduanya memiliki karakteristik unik, di mana suatu informasi atau dokumen elektronik yang diacak (encrypt) oleh salah satu kunci; hanya dapat disusun kembali (decrypt) oleh kunci pasangannya.

 

Kunci publik dapat diketahui oleh siapa pun, sementara kunci privat—hanya boleh diketahui oleh pemilik tanda tangan. Itu sebabnya, kunci publik akan tercantum dalam suatu sertifikat (sertifikat elektronik) yang bersifat umum sebagai bukti identitas penanda tangan. Adapun kunci publik akan dilekatkan bersama dokumen elektronik yang telah dienkripsi dengan kunci privat penanda tangan. Jika terjadi perubahan pada dokumen elektronik, secara otomatis sistem pembaca dokumen elektronik akan mendeteksi dan memberikan notifikasi. Ini pula salah satu kelebihan tanda tangan elektronik dalam proses autentikasi; sehingga identitas penanda tangan dan integritas dokumen dapat dipastikan kebenarannya.

 

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja. Ia merujuk pada praktik penyalahgunaan data yang memunculkan masalah identity fraud. Menurutnya, layanan tanda tangan elektronik tersertifikasi dapat menjadi solusi identity fraud yang berimbas pada kerugian material hingga menurunnya rasa percaya masyarakat terhadap layanan keuangan digital, sebagai salah satu sektor yang akrab menerapkan teknologi TTE.

 

TTE dalam industri keuangan maupun fintech sudah diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Pasal 41 Peraturan OJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Salah satu penerapan tanda tangan elektronik yang krusial, yakni dalam pembuatan perjanjian antara penyelenggara, pemberi, dan penerima pinjaman. “Para fintech dapat memanfaatkan layanan tanda tangan elektronik tersertifikasi. Proses e-KYC (Know Your Customer) atau verifikasi data terhadap penggunanya menggunakan sistem verifikasi biometrik berdasarkan data kependudukan dan deteksi kehidupan (liveness detection). Hal ini dapat diperkuat dengan penerbitan sertifikat elektronik sebagai bukti dari identitas digital terverifikasi yang sah dan dapat digunakan untuk melakukan tanda tangan elektronik,” kata Ardi.

 

Sebuah webinar bertajuk ‘Perkembangan Perbankan Digital dan TTE dalam Transaksi Bank Digital’ yang digelar Hukumonline pada Selasa (26/4) lantas mengulas pembuatan dan penggunaan TTE yang sah dalam transaksi bank digital. Salah satu narasumber, yaitu Partner dari Makarim and Taira Law Firm, Maria Sagrado menjelaskan penerapan e-KYC untuk menghindari pencucian uang/AML, pendanaan terorisme (APU PPT), serta penipuan fraud.

 

“Penerapannya dilakukan saat onboarding calon nasabah, transaksi keuangan dengan nilai Rp100 juta atau lebih, transfer dana, transaksi mencurigakan, atau adanya keraguan atas informasi yang diberikan. Dalam transaksi perbankan digital yang dilakukan tanpa tatap muka, tanda tangan elektronik hadir sebagai instrumen yang dapat memastikan keabsahan transaksi,” ujar Maria.

 

Menjadi PSrE pertama di Indonesia yang menerima akreditasi global WebTrust untuk implementasi standar keamanan internet dengan menerapkan biometrik wajah dalam melakukan verifikasi dan autentikasi, VIDA juga memberikan peran strategis sebagai trusted lawyer. VIDA tidak hanya memberikan rasa aman saat bertransaksi digital, tetapi juga membantu pengguna berperilaku aman di dunia digital. Kini, VIDA terdaftar dalam Inovasi Keuangan Digital (IKD); Klaster e-KYC dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan menjadi penyedia teknologi pendukung dalam Bank Indonesia Regulatory Sandbox.

 

“Rasa aman ini menjadi krusial dalam membangun ekosistem ekonomi digital, di mana setiap pemainnya memiliki rasa percaya. Apalagi, mengingat aktivitas dalam fintech bersifat  nirbatas dan tanpa tatap muka secara fisik,” pungkas Sati.

 

Tags: