Tanda Tangan Elektronik: Keabsahan dan Pembuktiannya di Hadapan Pengadilan
Utama

Tanda Tangan Elektronik: Keabsahan dan Pembuktiannya di Hadapan Pengadilan

Tanda tangan elektronik yang tersertifikasi statusnya berlaku hampir sama layaknya akta otentik. Sedangkan jika tidak tersertifikasi dalam proses pembuktian membutuhkan uji digital forensik. Dua-duanya diakui hukum, tapi kedudukannya jauh lebih kuat yang tersertifikasi.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
(kiri ke kanan) Kabiro Hukum Kementerian Perdagangan Sri Hariyanti, Kabiro Perencanaan Kemenkominfo Arifin Saleh Lubis, Partner Akset Lawfirm Abdi Abi Tisnadidarsa, CEO dan Founder Privyid Marshall Pribadi, Head of Publick Policy & Government Relation Bukalapak Even Alex Chandra saat menjadi pembicara dalam seminar forum hukum bisnis dan teknologi, di Jakarta, Selasa (7/8).
(kiri ke kanan) Kabiro Hukum Kementerian Perdagangan Sri Hariyanti, Kabiro Perencanaan Kemenkominfo Arifin Saleh Lubis, Partner Akset Lawfirm Abdi Abi Tisnadidarsa, CEO dan Founder Privyid Marshall Pribadi, Head of Publick Policy & Government Relation Bukalapak Even Alex Chandra saat menjadi pembicara dalam seminar forum hukum bisnis dan teknologi, di Jakarta, Selasa (7/8).

Meningkatnya proses transformasi menuju digital industri berbasis cyber physical system atau yang dikenal dengan revolusi industri 4.0 ala Schwab, telah merubah berbagai bentuk kegiatan fisik (konvensional) menuju industri berbasis digital, tak ketinggalan bahkan hambatan yang dihadapi korporasi terkait efisiensi waktu dan biaya mengakibatkan terwujudnya sebuah konsep penandatangan kontrak berbasis digital (tanda tangan elektronik).

 

Begitu kencangnya arus perubahan transformasi teknologi ini, menimbulkan pertanyaan besar terkait apakah pemerintah sebagai decision maker, lembaga peradilan serta para penegak hukum sudah siap atau malah tertinggal jauh dibelakang revolusi industri digital yang sudah tak lagi dapat dielakkan.

 

Hadirnya alas hukum untuk tandatangan berbasis digital ini melalui UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi jawaban bahwa sudah sejak 10 tahun yang lalu memang keabsahan penandatanganan suatu kontrak secara elektronik telah diakui. Disusul lahirnya PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang bahkan mengatur khusus pada BAB V tentang Tandatangan Elektronik.

 

CEO & Founder PrivyID, Marshall Pribadi menyebut dengan 2 aturan tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia secara regulasi sudah cukup lengkap mengatur perihal tandatangan elektronik. Pasal 11 ayat (1) UU ITE, kata Marshall, jelas menyebut bahwa tandatangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah dengan persyaratan:

 

  1. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
  2. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penandatangan;
  3. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatangan dapat diketahui;
  4. Segala perubahan terhadap informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatangan dapat diketahui;
  5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya;
  6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.

 

Bahkan, lanjut Marshall, OJK melalui POJK No. 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada pasal 41 ayat (1) menyebut bahwa perjanjian-perjanjian sebagaimana dimaksud pasal 18 POJK ini dilaksanakan melalui tandatangan elektronik. Tidak sampai disitu, OJK juga telah mengeluarkan Surat Edaran OJK No. 18/SEOJK.02/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang menjabarkan tata cara penggunaan tandatangan elektronik.

 

Pasal 18:

Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi:

  1. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman; dan
  2. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.
Tags:

Berita Terkait