Kalangan masyarakat sipil merespon positif pernyataan resmi Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara yang mengakui dan menyesalkan telah terjadi pelanggaran HAM berat setidaknya dalam 12 peristiwa. Kendati diapresiasi, kalangan masyarakat sipil mengingatkan agar pengakuan itu dibarengi dengan upaya untuk mengadili para pelakunya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan lembaganya menghargai sikap Presiden Jokowi itu. Pengakuan seperti itu sudah lama ditunggu mengingat penderitaan para korban dibiarkan tanpa keadilan, kebenaran, dan pemulihan selama beberapa dekade.
“Menurut pendapat kami, pengakuan Presiden Joko Widodo atas pelanggaran HAM di masa lalu tersebut tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum,” kata Usman saat dikonfirmasi, Kamis (12/1/2023).
Baca Juga:
- Presiden Jokowi Mengakui Telah Terjadi Berbagai Pelanggaran HAM Berat
- Menkopolhukam: Kasus Pelanggaran HAM Harus Diadili Tidak Bisa Dihapus
Usman menegaskan selain pengakuan, harus ada upaya serius pemerintah untuk mengadili para pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu. Tanpa upaya tersebut, sama saja pemerintah hanya menambah luka korban dan keluarganya. “Sederhananya, pernyataan presiden tersebut tidak besar artinya tanpa adanya akuntabilitas,” ujarnya.
Menurut Usman, 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang disebut Presiden Jokowi mengabaikan kengerian kejahatan yang sudah terkenal lainnya. Misalnya pelanggaran selama operasi militer di Timor Timur, Tanjung Priok tahun 1984, penyerangan 27 Juli 1996, dan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib tahun 2004.
“Kelalaian ini merupakan penghinaan bagi banyak korban. Pemerintah mengabaikan fakta bahwa proses penyelidikan dan penyidikan setengah hati selama ini – termasuk dalam empat kasus yang tidak disebutkan detailnya dalam pernyataan hari ini – telah menyebabkan pembebasan semua terdakwa dalam persidangan pengadilan HAM terdahulu,” ungkapnya.