Tanggapan KY Terhadap Kritik Seleksi Calon Hakim Ad Hoc HAM di MA
Terbaru

Tanggapan KY Terhadap Kritik Seleksi Calon Hakim Ad Hoc HAM di MA

Dalam seleksi ini, KY tetap menerapkan mekanisme dan standar seleksi sebagaimana layaknya seleksi calon hakim agung, terutama pada aspek integritas.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

LeIP sendiri terlibat dalam pemantauan proses penyelenggaraan persidangan pelanggaran HAM berat di Paniai sejak awal persiapan persidangan di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar. Dari pemantauan itu, LeIP menemukan 3 orang calon Hakim Agung Ad Hoc HAM yang sudah pernah mendaftar sebagai Hakim Ad Hoc tingkat pertama dan banding, namun dinyatakan tidak lulus proses seleksi oleh Panitia Seleksi MA yaitu Lafat Akbar dan M. Fatan Riyadhi (tidak lolos seleksi tertulis) serta Ukar Priyambodo (tidak lolos seleksi wawancara dan profile assessment). Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait alasan KY meloloskan calon-calon tersebut dari proses seleksi kualitas hingga tahap wawancara ini.

Padahal, berdasarkan pemantauan proses wawancara oleh KY, LeIP belum menemukan calon Hakim Agung Ad Hoc HAM yang memiliki pengetahuan mumpuni terkait pelanggaran HAM berat, khususnya terkait unsur “meluas atau sistematis” dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan konsep pertanggungjawaban komando. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan para calon memberi jawaban-jawaban yang tepat dan baik terkait materi-materi tersebut dalam proses wawancara.

Misalnya, terdapat calon yang menyatakan bahwa harus terdapat “komando” untuk membuktikan unsur “sistematis”, komandan yang tidak berada di tempat terjadinya pelanggaran HAM berat tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, dan lain-lain. Kalaupun terdapat calon yang dapat memberi jawaban yang cukup baik terkait hal-hal tersebut, jumlah calon tersebut belum cukup untuk memenuhi formasi 3 orang Hakim Agung Ad Hoc HAM yang diamanatkan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

“Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait kualitas Hakim Agung Ad Hoc HAM yang nantinya terpilih dan ikut mengadili perkara-perkara pelanggaran HAM berat di tingkat kasasi, termasuk peristiwa Paniai,” ujar Peneliti LeIP Mentari Anjhanie dalam keterangannya, Jum’at (3/2/2023) kemarin.

Tags:

Berita Terkait