Tanggung Jawab Hukum Atas Tindakan Malpraktik Medis
Terbaru

Tanggung Jawab Hukum Atas Tindakan Malpraktik Medis

Ada dua faktor yang mempengaruhi timbulnya malpraktik medis yakni faktor internal dan eksternal.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Praktisi Hukum Kesehatan dan Praktik Kedokteran Najab Khan saat memberi Kuliah Umum Hukum Kesehatan yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia secara daring, Sabtu (13/11/2021). Foto: AID
Praktisi Hukum Kesehatan dan Praktik Kedokteran Najab Khan saat memberi Kuliah Umum Hukum Kesehatan yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia secara daring, Sabtu (13/11/2021). Foto: AID

Tindakan malpraktik medis sering kita dengar dan memberi cap buruk kepada profesi dokter atau dokter gigi yang dianggap praktik menyimpang karena lalai atau tidak hati-hati dalam bidang praktik kedokteran. Lalu, dalam masyarakat kerap timbul pertanyaan faktor yang mempengaruhi tindakan malpraktik medis, problem praktik medis, hingga batas pertanggungjawaban praktik medis bagi dokter atau tenaga kesehatan.

Praktisi Hukum Kesehatan dan Praktik Kedokteran, Najab Khan mengatakan faktor yang mempengaruhi timbulnya malpraktik medis terdapat faktor internal dan eksternal. Faktor internal kurangnya pengetahuan, kecakapan, keterampilan ilmu praktik kedokteran dan kondisi internal tenaga kesehatan, seperti dokter gigi, perawat, bidan. Mengingat kasus-kasus malpraktik medis semakin variatif perkembangannya dan sangat membebani tenaga kesehatan. Termasuk sarana pelayanan kesehatan tidak memadai atau minim.

Selain itu, manajemen atau tata kelola klinik dokter dan sarana pelayanan kesehatan rumah sakit tidak supporting dalam penanganan kasus-kasus kesehatan; adanya problem dalam praktik medis; tidak memperhatikan standar pelayanan kesehatan, SOP atau standar profesi dalam hubungan pasien-dokter atau hubungan pasien dengan rumah sakit terkait pelayanan kesehatan atau pelayanan Tindakan medis dokter; lemahnya audit kinerja dan audit medis oleh tenaga pengawas internal; kondisi pasien yang sulit menerima timbulnya risiko medis dan suka berprasangka buruk terhadap hasil medis/layanan kesehatan.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi timbulnya malpraktik medis, diantaranya regulasi yang berubah-ubah dan rumit; SOP atau pedoman kerja tenaga kesehatan yang tidak terstandar dengan baik dan seragam; pengawasan yang lemah dari pemerintah atau pemerintah daerah, konsil, kolegium, organisasi profesi terkait dugaan praktik dokter, praktik layanan kesehatan; lemahnya penindakan terhadap pelanggar regulasi atau pedoman kerja terhadap tenaga kesehatan maupun terhadap sarana layanan kesehatan.

“Masyarakat atau pasien sudah semakin kritis, cerdas, dan mampu menilai atau membedakan mana tindakan sarana layanan kesehatan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dan mana tindakan dokter atau dokter gigi yang salah, lalai atau melanggar SOP, dan tidak sesuai kebutuhan medis pasien,” ujar ujar Najab Khan dalam Kuliah Umum Hukum Kesehatan yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia secara daring, Sabtu (13/11/2021).  

Dia melanjutkan problem praktik medis diantaranya layanan kesehatan dan layanan tindakan medis yang tidak maksimal; status badan hukum atau tingkat klasifikasi dan kualitas manajemen Rumah Sakit dipertanyakan masyarakat; regulasi/pedoman terkait Standar Profesi, SOP dan pedoman kebutuhan medis pasien belum seragam secara nasional. “Pedoman baku standar profesi, SOP masih multitafsir terutama terkait pedoman pemberian informasi tindakan medis atau diagnosis,” kata dia.

Menurutnya, problem praktik medis sulit dihindari karena ilmu kedokteran bukan merupakan ilmu yang menuntut kepastian hasil, sehingga perlu regulasi atau pedoman baku yang dapat mencegah potensi timbulnya sengketa medis. Minimnya regulasi atau standar pedoman praktik medis terkait wilayah pengaturan risiko medis. “Tanggung jawab hukum perdata medis terkait risiko medis, seperti kematian atau kecacatan tubuh dan tuntutan ganti ruginya yang tidak berstandar batas jumlahnya.”

Tags:

Berita Terkait