Tanggung Jawab Hukum Atas Tindakan Malpraktik Medis
Terbaru

Tanggung Jawab Hukum Atas Tindakan Malpraktik Medis

Ada dua faktor yang mempengaruhi timbulnya malpraktik medis yakni faktor internal dan eksternal.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Cara mencegah terjadinya malpraktik medis di rumah sakit, kata dia, tenaga kesehatan dan tenaga medis wajib mematuhi syarat professional performance, etical performance, dan disiplin performance sesuai standar professional, SOP dan pedoman-pedoman lain terkait standar kebutuhan medis pasiem. “Dengan meningkatkan pendidikan, pembinaan, pelatihan secara periodik dan perlu mengatur tentang hak dan beban kerja bagi tenaga kesehatan,” ujarnya.

Sementara bagi rumah sakit wajib memperhatikan ketersediaan alat perlengkapan kesehatan, sarana, prasarana, tenaga kesehatan yang memadai dan atau wajib membuat atau menyempurnakan pedoman atau standar baku dalam pelayanan kesehatan. “Ini butuh meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit oleh pemerintah atau pemda, organisasi profesi, kolegium, konsil,” tegasnya.  

Tanggung jawab hukum

Terkait tanggung jawab hukum malpraktik medis, kata Najab Khan melanjutkan jika tindakan kedokteran sudah mendapat persetujuan pasien, maka tanggung jawab hukumnya ada pada dokter. Hal ini diatur Pasal 17 ayat (1) Permenkes No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Bila pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran atau semua bentuk kelalaian tenaga kesehatan yang merugikan pasien di rumah sakit atau terhadap semua bentuk kelalaian atau kesalahan dalam pelayanan terhadap pasien, maka tanggung jawab hukumnya ada pada rumah sakit. Hal ini diatur Pasal 17 ayat (2) Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008; Pasal 46 UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; Pasal 58 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; dan Pasal 77 UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.  

Sedangkan kebijakan regulasi, pedoman operasional, pengawasan atau pembinaan atau program pembangunan kesehatan ataupun praktik kedokteran atau terkait bidang operasional rumah sakit, maka pertanggungjawab hukumnya ada pada pemerintah atau pemda, kolegium, konsil, organisasi profesi. Dasar hukumnya diatur Pasal 14 s.d. Pasal 20, Pasal 49 s.d. Pasal 55 UU Kesehatan atau ketentuan Pasal 54, Pasal 71 s.d. Pasal 74 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Adapun syarat perbuatan melawan hukum (PMH) bidang perdata sengketa medis yakni memenuhi unsur-unsur Pasal 1365 KUHPerdata dan perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan, UU Rumah Sakit, dan UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

“Misalnya, perbuatan bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, kehati-hatian (kelalaian, red), pedoman standar profesi, standar operasional, prosedur dan kebutuhan medis pasien dalam hukum praktik kedokteran atau hukum kesehatan,” paparnya.  

Misalnya, unsur perbuatan melawan hukum bidang perdata dalam sengketa medis sebagaimana termuat dalam Pasal 58 ayat (1) UU Kesehatan yang menyebut “setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Contohnya, kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian dalam SOP dan pedoman kebutuhan medis pasien.

Hanya saja, unsur Pasal 58 ayat (2) UU Kesehatan mengatur pengecualian dalam hal perbuatan melawan hukum yang menuntut ganti kerugian. Pasal itu menyebutkan “tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat,”

Tags:

Berita Terkait