Tanggung Jawab Pidana Ganti Kerugian Akibat Penembakan

Tanggung Jawab Pidana Ganti Kerugian Akibat Penembakan

Mekanisme pemberian ganti kerugian bagi korban tindak pidana dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi.
Tanggung Jawab Pidana Ganti Kerugian Akibat Penembakan
Ilustrasi penembakan. Foto: Cottonbro Studio

Masih ingatkah Anda dengan peristiwa seorang perempuan mencoba menerobos masuk ke area Istana Merdeka dan menodongkan pistol ke arah anggota Paspampres yang sedang berjaga di pintu masuk. Atau yang teranyar, kasus penembakan terhadap Brigadir Novriansyah Yosua oleh Bhrada E karena disuruh atasannya yakni mantan Kadivpropram Polri Fredy Sambo yang saat ini masih berlangsung proses persidangannya? Dari kedua cerita di atas, muncul pertanyaan yang menarik untuk diulas mengenai bagaimana tanggung jawab ganti kerugian akibat penembakan.

Istilah ganti kerugian biasanya dikenal dalam hukum perdata yang timbul sebagai akibat dari wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum. Wanprestasi berarti tidak dilaksanakannya perjanjian dalam hukum perikatan karena undang-undang. Ganti kerugian akibat melanggar hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”

Menurut Subekti dalam buku yang ditulis Leden Marpaung tahun 1997 berjudul “Proses Tuntutan Ganti Kerugian dan Rehabilitas”, ganti kerugian memiliki tiga unsur yakni biaya, rugi dan bunga. Biaya berarti segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang kepunyaan yang diakibatkan karena kelalaian. Dan bunga ialah kerugian berupa kehilangan keuntungan.

Dalam kasus penembakan terdapat korban tindak pidana yang perlu diganti kerugiannya akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Menurut, Bambang Djoyo Supeno Tahun 1997 dalam buku berjudul “Definisi Victimologi”, Korban adalah orang yang secara individual atau kolektif menderita kerugian termasuk luka fisik atau mental, penderitaan emosional, kehilangan ekonomi atau pelanggaran terhadap pokok-pokok hak dasar mereka melalui perbuatan atau kelalaian yang belum merupakan pelanggaran undang-undang pidana nasional tetapi diakui secara internasional yang berhubungan dengan hak-hak asasi manusia.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional