Tanpa Perppu, Belum Ada Payung Hukum Penundaan Pilkada Serentak
Berita

Tanpa Perppu, Belum Ada Payung Hukum Penundaan Pilkada Serentak

Lambannya dikeluarkan Perppu terkait Pilkada adalah indikator dari aktor utama kepemiluan di tanah air memiliki problem dalam menghasilkan kepastian hukum terkait pemilu.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi proses pelaksanaan Pilkada. Foto: RES
Ilustrasi proses pelaksanaan Pilkada. Foto: RES

Hampir satu bulan Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dan penyelenggara Pemilu menyepakati penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak melalui rapat kerja, Selasa (30/3) lalu. Dalam rapat tersebut pula disampaikan rencana pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

 

Perppu ini menjadi penting sebagai dasar hukum penundaan hari pemungutan suara yang oleh Pasal 201 ayat 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) secara jelas menyebutkan hari pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2020 sedianya jatuh pada 29 September 2020. 

 

Tidak hanya itu, Perppu juga menjadi dasar penundaan pelaksanaan seluruh tahapan dan persiapan teknis menuju hari pemungutan suara Pilkada serentak. Nyatanya, setelah 28 hari kesepakatan penundaan diambil melalui rapat kerja antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara Pemilu, Perppu tidak juga terbit. 

 

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan untuk menjamin kepastian hukum pelaksanaan penundaan pemungutan suara dan penundaan tahapan-tahapan Perppu harus segera diterbitkan. Menurut Titi, penyelenggara Pemilu baik KPU, Bawaslu dan jajarannya tidak bisa mengambil keputusan tanpa adanya dasar hukum berupa Perppu. 

 

“Langkah yang diambil tidak bisa berdasarkan kesepakatan politik. Mesti Perppu yang menjadi payung hukum,” ujar Titi dalam diskusi daring Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jakarta Raya, Senin (27/4). (Baca: Ditunggu Perppu yang Mengatur Implikasi Teknis Penundaan Pilkada Serentak)

 

Senada, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI), Fritz Edward Siregar, mengungkap sifat kemendesakan Perppu untuk segera terbit. Dari sisi pengawasan, ia mencontohkan tahap pendistribusian alat peraga kampanye, formulir C6 dan kelengkapan pemungutan suara dalam masa penyebaran Covid-19 belum rampung. 

 

Hal ini menjadi potensi pelanggaran jika sejak sekarang tidak terbit sejumlah peraturan teknik pengawasan oleh Bawaslu sebagai tindak lanjut dari terbitnya Perppu. “Berpeluang menjadi potensi munculnya pelanggaran di tahapan pemungutan dan penghitungan suara,” ujar Fritz dalam diskusi yang sama. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait