Tantangan DK OJK Jaga Ekosistem Industri Keuangan Nasional
Terbaru

Tantangan DK OJK Jaga Ekosistem Industri Keuangan Nasional

Mulai pembenahan di internal OJK, menangani sejumlah kasus pinjaman online ilegal, investasi bodong, hingga karut marut permasalahan di sektor asuransi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung OJK di Jakarta. Foto: RES
Gedung OJK di Jakarta. Foto: RES

Ketua Mahkamah Agung (MA) telah melantik anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2022-2025. Sejumlah pekerjaan rumah di sektor industri keuangan bakal menjadi tantangan besar. Untuk perlu, perlu strategi dalam menjaga ekosistem insdustri keuangan nasional yang dilakukan DK OJK satu periode ke depan.

“DK OJK periode 2022-2027 yang sudah dilantik bisa bergerak cepat menjadikan OJK sebagai lembaga kuat berwibawa, fleksibel, dan tidak kaku agar bisa menjaga ekosistem industri keuangan tetap sehat,” ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo dalam keterangannya, Rabu (20/7/2022).

Menjaga ekosistem industri keuangan nasional yang dimaksud khususnya dalam menghadapi digitalisasi keuangan dan ekonomi digital yang perkembangannya semakin pesat. Mulai dari sektor teknologi finansial, perdagangan elektronik (e-commerce), bursa komoditas, kripto, hingga metaverse.

Dia menunjuk laporan Google Temasek & Bain, valuasi ekonomi digital Indonesia tumbuh 49 persen di tahun 2021 menjadi AS$70 miliar dan diprediksi menjadi AS$146 miliar di tahun 2025. Sementara di sektor e-Commerce, Bank Indonesia mencatat transaksi pada tahun 2021 telah mencapai Rp401 triliun. Sedangkan di tahun 2022 diprediksi mencapai Rp530 triliun.

DK OJK pun memiliki tantangan besar yakni maraknya berbagai kasus pinjaman online ilegal, investasi bodong, hingga karut marut permasalahan di sektor asuransi. Sejumlah persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan DK OJK periode 2022-2027. “Masyarakat tak lagi boleh kembali menjadi korban,” ujarnya.  

Ia mencatat Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi OJK melaporkan kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi ilegal pada periode 2011 hingga 2021 mencapai Rp 117,4 triliun dengan jumlah korban mencapai jutaan orang. UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengamanatkan DK OJK harus terlibat dalam pembuatan kebijakan operasional pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif.

Aturan tersebut menunjukan kepemimpinan OJK secara kolektif kolegial. Kepala Eksekutif mesti melapor kepada DK OJK. “Perlu ada agenda resmi secara berkala yang memfasilitasi Kepala Eksekutif melapor ke DK sebagai wujud implementasi mekanisme check and balances agar Dewan Komisioner bisa bergerak cepat menangani berbagai permasalahan yang terjadi, khususnya dalam memberantas investasi ilegal,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait