Tiga Tantangan Komisi Nasional Disabilitas
Kolom

Tiga Tantangan Komisi Nasional Disabilitas

Mulai dari posisi sekretariat, luasnya ruang lingkup, hingga membangun komunikasi dengan lembaga lain. Tujuannya untuk membangun pondasi agar tidak layu sebelum berkembang.

Bacaan 5 Menit

Tantangan berikutnya adalah luasnya lingkup tugas dari KND. UU Penyandang Disabilitas membawa perspektif baru dalam pengaturannya dibandingkan UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Perubahan itu membawa konsekuensi bahwa disabilitas menjadi isu lintas sektor, tidak sebatas pada isu kesejahteraan dan jaminan sosial saja.

Data PSHK menunjukkan UU Penyandang Disabilitas mengatur 25 sektor pemerintahan yang terkait dengan urusan dari 30 Kementerian/Lembaga, dan juga mencakup kewenangan di level pusat dan daerah. Kondisi itu mendesak KND untuk memetakan permasalahan lebih dalam dan menentukan prioritas isu yang akan diselesaikan dalam lima tahun ke depan.

Salah satu aspek yang perlu diprioritaskan oleh KND dalam lima tahun ke depan adalah memastikan pembentukan berbagai regulasi, khususnya yang sudah diamanatkan oleh UU Penyandang Disabilitas dan Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 dapat terselesaikan. Regulasi yang dimaksud mencakup peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan di level kelembagaan. Keberadaan Regulasi memiliki peran strategis, yaitu sebagai dasar pelaksanaan oleh berbagai lembaga di tingkat pusat maupun daerah, juga sebagai pintu masuk atau langkah awal membangun komitmen yang kuat dari lembaga untuk melaksanakan perannya dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Adapun regulasi yang dimaksud antara lain mencakup RPP Konsesi dan Insentif sebagai pelaksanaan dari Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 116 ayat (2) UU Penyandang Disabilitas; pembentukan Perda yang mengatur tentang penyandang disabilitas di seluruh wilayah Indonesia, yang sampai saat ini baru tersedia di 15% daerah di Indonesia. Sedangkan yang terkait dengan RIPD antara lain pembentukan Peraturan Menteri tentang pedoman penyelenggaraan sistem data terpilah penyandang disabilitas bagi setiap sektor di pusat dan daerah; instrumen penilaian pelayanan dan fasilitas publik yang memasukkan variabel disabilitas.

Kemudian, adanya kebijakan dan standar operasional layanan komunikasi dan informasi publik yang mudah diakses, andal, dan responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas; standar pemeriksaan yang layak dalam peradilan bagi penyandang disabilitas; panduan dan standar operasional ketenagakerjaan disabilitas di sektor publik dan swasta; dan standar operasional tentang penyediaan layanan keuangan inklusif yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas.

Selain regulasi-regulasi tersebut, KND juga perlu memberikan perhatian terhadap pelaksanaan dari Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi HAM 2021-2025 dan Perpres Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang keduanya secara spesifik menyebut penyandang disabilitas sebagai kelompok sasaran.

Luasnya cakupan pengawasan KND perlu disikapi dengan jaringan kerja strategis, dengan mitra utamanya adalah organisasi penyandang disabilitas. Jaringan kerja yang mampu mendukung kerja-kerja KND di berbagai sektor pemerintahan, termasuk di tingkat pusat maupun daerah.

Tags:

Berita Terkait