TAP MPR Pembaruan Agraria Ini Didesak untuk Dilaksanakan
Berita

TAP MPR Pembaruan Agraria Ini Didesak untuk Dilaksanakan

Karena Pemerintah dan DPR dinilai belum menjalankan mandat TAP MPR No.IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Guru besar Fakultas Kehutanan IPB Prof Hariadi Kartodihardjo mengatakan ada 2 hal penting dalam Tap MPR No.IX Tahun 2001 yakni konsolidasi pembaruan agraria dan SDA. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 Tap MPR No.IX Tahun 2001 yang menentukan arah dua kebijakan itu. Sebagian substansi dalam Tap MPR ini juga diadopsi dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, seperti Pasal 69 ayat (2) yang memberi ruang bagi kearifan lokal.

 

Hariadi menegaskan Tap MPR No.IX Tahun 2001 ini membutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan DPR untuk menjalankannya. “Pemerintah dan DPR periode 2019-2024 harus menjalankan mandat Tap MPR ini karena penting sebagai terobosan,” usulnya.

 

Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Abdon Nababan menyebutkan Tap MPR No.IX Tahun 2001 disambut baik kalangan masyarakat hukum adat karena keberadaan mereka diakui. Sebelum Tap MPR ini terbit, Abdon mencatat tidak ada regulasi yang mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat. Salah satu yang diharapkan masyarakat hukum adat dari Tap MPR ini adalah penyelesaian konflik agraria. Sayangnya, sampai saat ini harapan itu belum terwujud.

 

Abdon menyayangkan pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang tak kunjung tuntas menjelang akhir masa jabatan DPR dan pemerintah periode 2014-2019. “RUU Masyarakat Hukum Adat ini sudah berjalan 2 tahun, tapi tidak jelas penyelesaiannya,” kata dia. Baca Juga: Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup di RKUHP Jadi Sorotan

 

Sekjen KPA Dewi Kartika menjelaskan Tap MPR No.IX Tahun 2001 ini lahir karena dorongan organisasi masyarakat sipil. Tap MPR ini disepakati MPR dalam sidang di tahun 2001. Menurut Dewi, ada tahap yang perlu dilalui untuk menjalankan Tap MPR ini yaitu pembentukan lembaga, mengatur kewenangannya, dan pendanaan. Kemudian mengimplementasikan mandat Tap MPR No.IX Tahun 2001 antara lain mengkaji ulang seluruh peraturan terkait dan melakukan harmonisasi, meregistrasi tanah, pemulihan ekosistem yang rusak, dan pengelolaan SDA yang adil dan berkelanjutan.

 

Setelah Tap MPR ini lahir, Kartika menjelaskan organisasi masyarakat sipil pernah mendorong pemerintah untuk menerbitkan lembaga penyelesaian konflik agraria. Bahkan sampai saat ini, usulan itu masih terus disuarakan dan pemerintahan Jokowi hanya membentuk tim penyelesaian agraria di Kantor Staf Presiden (KSP). Dewi juga mengingatkan dalam putusan MK No.75 Tahun 2014 menegaskan Tap MPR masih berlaku sepanjang kebijakan itu diperkuat melalui peraturan perundang-undangan.

 

“Tap MPR ini bisa digunakan untuk mendorong perubahan kebijakan,” paparnya.

 

Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan mengatakan Tap MPR No.IX Tahun 2001 semangatnya membenahi persoalan sektoral. Alih-alih membenahi, tapi malah muncul regulasi sektoral seperti UU Perkebunan. Terkait reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria, Abetnego menegaskan Presiden Jokowi memberi perhatian serius dan telah memerintahkan jajarannya untuk mengerjakan hal itu. Begitu pula penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat terkait konflik agraria.

Tags:

Berita Terkait