Telkom vs AriaWestArbitrase Internasional, Siapa Takut?
Kolom

Telkom vs AriaWestArbitrase Internasional, Siapa Takut?

Keputusan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) untuk menerima "tantangan" dari PT. AriaWest International (AWI) di depan Arbitrase Internasional dalam menyelesaikan sengketa Kerja Sama Operasi (KSO) di Divisi Regional (Divre) III Jawa Barat merupakan keputusan yang tepat dan patut diberikan acungan jempol.

Bacaan 2 Menit
Telkom vs AriaWestArbitrase Internasional, Siapa Takut?
Hukumonline

Pada saat kepercayaan internasional makin meluntur, metode penyelesaian sengketa secara internasional merupakan satu-satunya upaya yang optimal bagi Telkom untuk menghindarkan benturan kepentingan (conflict of interest).

Walaupun Telkom sebagai perusahaan yang telah go public, tetap harus menerapkan prinsip keadilan (fairness) dan keterbukaan penuh (full disclosure). Nuansa BUMN-nya tetaplah kental, sehingga mungkin saja apabila dalam forum penyelesaian sengketa nasional Telkom akan di-back up habis-habisan.

Mengapa arbitrase internasional ?

Dalam hukum perdata internasional, pilihan forum (choice of forum) merupakan dasar hukum utama untuk menentukan di mana akan diselesaikannya suatu sengketa. Apabila pokok persengketaan merupakan akibat dari pelaksanaan suatu kontrak internasional, maka biasanya pilihan forum dapat ditemukan dalam klausul penyelesaian sengketa (settlement of disputes clause) yang termuat dalam kontrak internasional dimaksud. Khususnya untuk pilihan menggunakan arbitrase, istilah yang dipergunakan adalah klausul arbitrase (arbitration clause).

Ancaman dari AWI untuk menghentikan operasinya di Indonesia dan mengadukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase di Swiss tentunya didasarkan pada suatu klausul arbitrase (arbitration clause) dalam Perjanjian KSO (KSO Agreement) yang ditandatangani antara Telkom dan AWI pada 20 Oktober 1995. Pasal 18.3 tentang Arbitrase dari Perjanjian KSO mengatur sebagai berikut:

"Kedua belah pihak sepakat dan setuju bahwa setiap perselisihan yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan Pasal 18.1, akan diajukan ke arbitrase berdasarkan ketentuan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), berdasarkan kesepakatan para pihak, atau bila tidak ada kesepakatan bersama secara tertulis, akan diselesaikan berdasarkan ketentuan arbitrase dari International Chamber of Commerce di Jenewa oleh salah satu atau beberapa arbiter yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan badan tersebut di atas".

Mendasarkan ketentuan di atas, baik AWI dan Telkom saat menandatangani Perjanjian KSO pada 20 Oktober 1995 telah sepakat bahwa apabila muncul persengketaan atau perselisihan dalam pelaksanaan KSO maka akan diselesaikan dengan mengutamakan musyawarah/cooperative negotiation (Pasal 18.1 Perjanjian KSO). Namun apabila tidak tercapai penyelesaian, akan dipilih forum arbitrase.

Hal yang unik dan kontradiktif nampak dari Klausul Arbitrase Perjanjian KSO. Diberikannya 2 (dua) pilihan badan arbitrase yaitu BANI atau International Chamber of Commerce (ICC) merupakan hal yang tidak umum dilakukan dalam penyusunan suatu kontrak internasional. Apakah pada saat ditandatanganinya Perjanjian KSO, telah muncul keraguan di benak AWI terhadap kapabilitas dan komitmen forum arbitrase nasional (dalam hal ini BANI) untuk menyelesaikan sengketanya ataukah AWI merasa lebih "secure" dengan arbitrase internasional?

Tags: