Mantap Secara Formal
Bagi Temasek dkk, putusan hakim mungkin memang mengejutkan. Boleh jadi awalnya Temasek dan pemohon keberatan lainnya optimis menghadapi putusan. Pasalnya, pada saat perkara ini berjalan, majelis hakim sempat mengabulkan tuntutan Temasek untuk menggelar pemeriksaan tambahan dengan menghadirkan tiga orang ahli.
Namun tampaknya harapan para kuasa hukum Temasek dkk. mulai luruh tatkala majelis hakim membacakan pertimbangan hukum putusannya. Diawali dengan pandangan majelis hakim terhadap alasan keberatan para pemohon mengenai putusan KPPU yang cacat secara formal.
Seperti diketahui, Temasek mempermasalahkan jangka waktu pemeriksaan perkara di tingkat KPPU yang dinilai melebihi ketentuan. Mengenai hal ini, majelis hakim berpendapat, UU Anti Monopoli tidak mengatur sanksi atas keterlambatan terhadap pemeriksaan perkara di KPPU, Namun demi mencari kebenaran dan mencapai keadilan, jangka waktu pemeriksaan dapat disimpangi sepanjang masih dalam batas kewajaran, kata Zulfahmi, anggota majelis hakim.
Mengenai sudah dicabutnya laporan, menurut hakim, tidak menjadikan KPPU kehilangan kewenangan untuk memeriksa pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya. Dengan demikian, alasan keberatan pada aspek formal tidak beralasan, kata Zulfahmi. Pertimbangan terakhir ini seolah-olah menjawab bagaimana akhir drama perseteruan FSP BUMN melawan KPPU di PN Jakarta Pusat.
Benar Secara Material
Tidak hanya dari segi formal, dari aspek materil pun majelis hakim lebih sependapat dengan putusan KPPU ketimbang keberatan para pemohon. Buktinya, Temasek dan 8 anak perusahaannya tetap dinyatakan melanggar Pasal 27 huruf a UU Anti Monopoli. Sementara Telkomsel tetap divonis bersalah melanggar Pasal 17 Ayat (1) UU Anti Monopoli. Selain itu, Telkomsel tetap terhindar dari ancaman Pasal 25 UU Anti Monopoli.
Meski begitu, terhadap beberapa amar putusan, majelis hakim tidak sepandangan dengan putusan KPPU. Salah satunya mengenai cara penghentian kepemilikan saham Temasek dan anak perusahaannya di Telkomsel atau di Indosat. KPPU saat itu hanya memerintahkan agar Temasek c.s memilih melepas sahamnya di Telkomsel atau Indosat. Kali ini, majelis hakim menambahkan opsi baru, yaitu mengurangi 50 persen saham di kedua perusahaan itu.
Tindakan pelepasan atau pengurangan saham itu dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Hal ini berbeda dengan amar putusan KPPU yang memberi jangka waktu hingga 2 tahun. Terlalu lama dan memberikan ketidakpastian bagi stakeholder serta tidak lazim dalam praktik, demikian pertimbangan hakim.
Selain itu, majelis hakim juga tidak sependapat dengan amar putusan KPPU tentang besaran batasan saham yang bisa dibeli calon pembeli. Jika KPPU menetapkan maksimal 5 persen, maka hakim menaikannya menjadi 10 persen. Keputusan itu diambil hakim lantaran jumlah 5 persen saham dianggap tidak strategis bagi calon pembeli. Selain itu, pembatasan itu dikhawatirkan menimbulkan persoalan baru yang bertolak belakang dengan upaya menciptakan persaingan yang sehat.
Satu-satunya amar putusan KPPU yang dibatalkan majelis hakim adalah amar yang menghukum Telkomsel untuk menurunkan tarifnya sebesar 15 persen. Berdasarkan UU Telekomunikasi jo PP No 52 Tahun 2000 tentang Penyelanggaraan Telekomunikasi, besaran tarif ditetapkan penyelenggara jasa telekomunikasi (Telkomsel) dengan formula yang sudah ditetapkan pemerintah. Sehingga termohon keberatan (KPPU, red) tidak berwenang untuk menentukan tarif yang berlaku, tegas Heru Pramono, anggota majelis hakim yang lain.
Dibatalkannya amar putusan itu tidak membuat Telkomsel lepas dari hukuman. Sebaliknya, Telkomsel dan Temasek dkk oleh majelis hakim dijatuhi denda yang besarnya masing-masing Rp15 milyar. Lebih kecil dari pada putusan KPPU sebesar Rp25 milyar.
Jangan Abaikan Preventif
Jika dicermati dengan seksama, sebenarnya putusan majelis hakim ini tidak hanya menyalahkan Temasek dkk. Melainkan juga KPPU. Menurut hakim, ihwal permasalahan kepemilikan saham silang ini sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari peristiwa divestasi saham Indosat pada 2002 silam. Saat itu, STT yang sahamnya 100 persen dimiliki Temasek Holding memenangkan saham Indosat yang dilego.
KPPU sebagai lembaga yang berwenang mengawasi persaingan usaha, masih menurut hakim, seyogianya tidak hanya melakukan tindakan represif atas suatu pelanggaran. Melainkan juga preventif, jelas hakim Heru Pramono.
Pada perkara divestasi Indosat itu, lanjut Heru, seharusnya KPPU sudah memberi pertimbangan kepada pemerintah. Namun sebaliknya. KPPU malah tidak memberi informasi apa pun setelah mengadakan konsultasi dengan Menteri Negara BUMN saat itu. Jika KPPU melakukan pengawasan dengan benar, indikasi monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan dapat diupayakan pencegahannya, tandas hakim.
Ungkapan kekecewaan keluar dari mulut advokat senior Todung Mulya Lubis. Kami sangat kecewa. Kita akan ajukan kasasi ke Mahkamah Agung, ujar kuasa hukum Temasek Holding itu kepada wartawan Jumat (9/5) usai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membacakan putusan yang ‘memenangkan' Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pada amar putusannya, majelis hakim menguatkan dan sekaligus memperbaiki putusan KPPU yang menghukum Temasek Holding dkk. Artinya, Temasek Holding dkk tetap dihukum bersalah telah melanggar UU No 5 Tahun 1999, atau yang lazim disebut UU Anti Monopoli. Banyak bukti kami yang tidak dipertimbangkan majelis hakim, sambung Todung.
Perry Cornelius, kuasa hukum Temasek lain kepada hukumonline menuturkan, salah satu bukti yang tidak dipertimbangkan majelis adalah keterangan tiga orang ahli pada saat pemeriksaan tambahan. Padahal, bisa jadi Temasek dkk sebelumnya berharap banyak kepada keterangan para ahli tersebut. Karena itulah Temasek berniat menempuh upaya hukum lanjutan.
Senada dengan Temasek, Telkomsel juga sedang mempertimbangkan langkah serupa. Kami kecewa dengan putusan ini. Namun kami tetap menghormati putusan majelis hakim, tulis kuasa hukum Telkomsel dari kantor Adnan Buyung Nasution & Partner dalam rilisnya Jumat (9/5).
Rencana pengajuan kasasi Temasek c.s itu disambut KPPU. Silakan saja. Itu hak mereka, demikia M. Mukhlas, kuasa hukum KPPU. Kendati begitu, menurut Muklas, bukan tak mungkin malah KPPU yang melakukan kasasi atas putusan hakim. Nanti kita bahas dulu setelah menerima salinan putusan.