Tempuh PK Hingga 4 Kali, Ingat Putusan MK Ini!
Terbaru

Tempuh PK Hingga 4 Kali, Ingat Putusan MK Ini!

Secara tegas, MA melarang pengajuan PK lebih dari satu kali untuk perkara di luar perkara pidana sesuai bunyi Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman serta putusan-putusan MK terkait pengujian pasal tersebut. Termasuk pengajuan PK untuk perkara pidana meskipun Putusan MK No.34/PUU-XI/2013 menyatakan sebaliknya.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit

Mahkamah beralasan apabila PK bagi perkara selain pidana tidak dibatasi akan berpotensi digunakan pihak-pihak yang berperkara untuk mengulur-ngulur waktu penyelesaian perkara dengan mencari-cari novum baru. Hal tersebut biasanya bertujuan menunda pelaksanaan eksekusi. Karena itu, Mahkamah berpendapat, pembatasan PK hanya satu kali dalam perkara selain pidana, termasuk perkara perdata, seperti diatur Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman adalah konstitusional.

Selanjutnya, Mahkamah pun telah berulang kali memberi penegasan terkait dengan norma PK dalam perkara perdata dalam beberapa putusan berikutnya. Seperti Putusan MK No.1/PUU-XV/2017, Putusan MK No.62/PUU-XVI/2018, dan Putusan MK No.71/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, MK terus meneguhkan pendiriannya bahwa upaya PK hanya dapat dilakukan satu kali untuk perkara di luar perkara pidana.

Akan tetapi, faktanya hingga kini, terdapat putusan PK masih saja diajukan PK kembali, bahkan pengajuan PK dilakukan hingga empat kali. Hal ini termuat dalam Putusan MA No.408 PK/Pdt/2022 yang diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada 21 Juni 2022 yang merupakan putusan terhadap perkara perdata pada pemeriksaan PK keempat terkait sengketa keabsahan penetapan dan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Gelora/26 dan HGB Gelora/27 atas nama penggugat/pemohon PK keempat.

Perkara tersebut melibatkan perusahaan terkemuka berinisial PT IC selaku penggugat (pemohon PK keempat) melawan Badan Pertanahan Nasional (BPN); Sekretaris Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno (Dahulu Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Senayan); Kejaksaan Agung RI; dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta; Kantor Pertanahan Jakarta Pusat selaku termohon dan turut termohon PK keempat.

Perkara ini bermula gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melalui terbitnya Putusan No.952/Pdt.G/2006/PNJak.Sel pada tanggal 8 Januari 2007 yang amar pokok perkaranya mengabulkan gugatan penggugat sebagian. Di tingkat banding, terbit Putusan No.262/PDT/2007/PTDKI pada tanggal 22 Agustus 2007 dengan amar menerima permohonan banding serta menguatkan PN Jaksel dengan perbaikan menghilangkan amar putusan ke-8.

Upaya hukum berlanjut hingga kasasi di MA dengan terbitnya Putusan No.270K/Pdt/2008 pada 18 Juli 2008. Dengan bunyi amar “Menolak Permohonan Kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Badan Pertanahan Nasional; 2. Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno; 3. Kejaksaan Agung RI; 4. Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta; 5. Kantor Pertanahan Jakarta Pusat”.

Tidak berhenti di situ, para pemohon kasasi tersebut mengajukan PK yang pertama dan terbit Putusan MA No.276 PK/2011 ini mengabulkan permohonan PK dari para pemohon PK yang terdiri atas para pemohon kasasi sebelumnya. Melalui putusan PK pertama ini, Putusan MA No.270 K/Pdt/2008, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.262/Pdt/2007/PT DKI, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.952/Pdt.G/2006/ PN Jak.Sel, dibatalkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait