Temuan KPK: Aset Bermasalah Pemprov DKI Jakarta Capai Ratusan Triliun
Berita

Temuan KPK: Aset Bermasalah Pemprov DKI Jakarta Capai Ratusan Triliun

Pemprov DKI beralasan ada sejumlah kendala sehingga penerimaan aset belum optimal.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Menurut Kepala Koordinator Wilayah III KPK Abdul Haris aset-aset bermasalah di DKI Jakarta tersebut nilainya mencapai ratusan triliun. “Aset-aset ini dapat kita selesaikan baik secara perdata maupun secara pidana. Semoga kalaupun harus secara pidana, kita memiliki strategi agar dapat memenangkan perkara yang disidangkan. Diawali dengan pendokumentasian yang benar,” katanya.

KPK memberikan rekomendasi langkah-langkah yang perlu diambil oleh pemda DKI untuk mempercepat sertifikasi serta penertiban aset maupun fasum fasos di antaranya membentuk pokja penyelesaian aset bermasalah, penetapan Perda pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD), identifikasi aset bersama seluruh OPD, Koordinasi dengan BPN dan kejaksaan, kunjungan aset bermasalah, pemasangan papan bicara/tanda batas, identifikasi dan verifikasi fasum fasos.

KPK juga mencatat dari upaya pengelolaan aset pemda DKI Jakarta tahun 2019 didapat nilai penertiban dan penyelamatan aset senilai total Rp3,7 triliun. Terdiri dari penertiban aset senilai Rp334 miliar, penyelamatan aset senilai Rp1,18 triliun, dan nilai kontribusi yang terbesar yaitu senilai Rp2,19 triliun dari fasum fasos. KPK meyakini potensi penertiban dan penyelamatan aset pemda DKI jauh lebih besar dari yang sudah didapat di tahun 2019.

Alasan Pemprov

Sementara itu perwakilan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Ali Hanafiah, menyebutkan bahwa masih rendahnya pencapaian penerimaan pajak daerah di wilayah kerjanya, disebabkan oleh beberapa kendala, di antaranya adalah perlunya harmonisasi beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan pajak daerah, serta pembenahan pola penanganan penarikan pajak dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PT Pertamina dan PT PLN.

“Di samping itu, bencana Covid-19 juga mengakibatkan sulitnya memperoleh penerimaan pajak, karena sejumlah bisnis di wilayah Jakarta menutup usahanya untuk sementara,” kata Ali Hanafiah. (Baca: KPK Setorkan Rp10 Miliar ke Kas Negara dari Hasil Eksekusi Politisi Golkar)

Sampai saat ini, tambahnya, memang belum ada rekonsiliasi data wajib pajak antara pihaknya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dengan salah satu BUMN di mana para penyedia yang menjadi mitra BUMN terkait menjadi wajib pajak di wilayah DKI Jakarta.

Ke depan, katanya, harus ada upaya ke arah rekonsiliasi data wajib pajak tersebut, seraya mengungkapkan bahwa, terkait rekonsiliasi data, masih ada keberatan dari sejumlah penyedia ketika data mereka diinformasikan pada pihak lain di luar BUMN bersangkutan. Para penyedia tersebut khawatir data mereka akan tersebar ke kompetitornya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait