Terancam Disrupsi Era Digital, Pers Harus Ubah Prioritas Sumber Pendanaan
Berita

Terancam Disrupsi Era Digital, Pers Harus Ubah Prioritas Sumber Pendanaan

Cara kerja media yang tak menjaga kualitas berita tak layak ditiru.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Demokrasi, Pers, dan Hoax).

Senada dengan Bambang, Pimpinan Redaksi Tirto, Sapto Anggoro menyebutkan bahwa media yang menggunakan online tidak hanya cukup menggantungkan pendapatan melalui iklan. Tetapi mesti menjaring pembaca sebanyak-banyaknya. Menurut Sapto, lingkungan dan ekosistem media terus mengalami perubahan. Dengan begitu media pun harus mampu menyesuaikan diri. “Kami di Tirto selama setahun tidak menerima iklan dulu. Fokus meningkatkan performance kuantitas berita hingga sekarang iklan mulai datang,” ujarnya.

Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers Pusat, Januar Ruswita mengungkapkan, pendapatan media cetak dari sisi iklan sejak tahun 2011 terus mengalami penurunan. Angkanya bahkan hingga 10 persen setiap tahunnya. Tapi bukan berarti tidak ada jalan keluar. Menurut Januar, kekuatan brand dari perusahaan media memungkinkan untuk mengembangkan model bisnis lain. “Misalnya dengan menyelenggarakan event, kerja sama dengan pemerintah, media print masih punya kekuatan. Bagaimana caranya menjaga brand? Dengan meningkatkan tiras. Ini yang sangat berat,” ujarnya.

Ia meyakini dengan menjaga brand serta kualitas produk jurnalistik maka bisnis media masih bisa bertahan. Meskipun banyak media yang bermunculan, secara kualitas masih ada yang patut dipertanyakan. Cara kerja media yang tak menjaga kualitas berita, menurut Januar, tidak boleh ditiru media mainstream yang sudah dipercaya publik.

Anggota Dewan Pers Pusat, Asep Setiawan mengungkapkan, secara garis besar kemerdekaan pers terus mengalami perbaikan. Meskipun masih terjadi beberapa insiden. Dengan begitu jika dibandingkan dengan situasi di era Orde Baru, situasi kemerdekaan pers saat ini telah jauh lebih baik. Hal ini secara langsung menjadi tantangan bagi pers. Kemerdekaan pers diikuti menjamurnya perusahaan pers, sehingga sedikit banyak mempengaruhi kualitas dan independensi redaksi akibat pembagian kue iklan yang semakin terbatas.

(Baca juga: Pesan Dua Menteri untuk Pers di Era Digital).

Asep juga menyebutkan bahwa UU Pers yang ada hari ini masih relevan dengan kemajuan era teknologi dan demokrasi. Meski begitu, sebuah perusahaan pers mesti mampu bertransformasi demi menjaga kelangsungan hidup. Faktanya, jumlah pertumbuhan media online di setiap daerah terus bertambah, berbanding terbalik dari perusahaan pers cetak yang terus menurun dalam lima tahun terakhir.

Direktur Informasi, Komunikasi, Pembangunan dan Kebudayaan Kemenkominfor, Wiryata mengungkapkan situasi dimana peran media sosial yang terus bergerak dan seolah menggesr peran media massa. Kecepatan informasi yang diberikan oleh media sosial menjadi tantangan bagi media masa. Hal yang bisa menjadi pembeda adalah akurasi pemberitaan yang berasal dari produk jurnalistik.

“Tentu saja media masa terutama cetak harus kembali merebut kepercayaan dari khalayak dan juga mendiferensiasi diri secara kuat terhadap media sosial karena tidak memenuhi kaidah pers. Sayangnya belakangan pers meniru media sosial. Baik dari penyajian maupun akurasi,” ujar Wiryata.

Tags:

Berita Terkait