"Mengadili, menyatakan terdakwa Patrialis Akbar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamolango di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/9/2017).
Patrialis juga dikenai hukuman tambahan berupa pembayaran denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap Patrialis selama 12,5 tahun penjara ditambah dengan Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Baca Juga: Patrialis Sebut Jaksa KPK Putar Balikkan Fakta
Hakim membebankan hukuman uang pengganti sebesar 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta kepada Patrialis subsider enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp4,043 juta dan sejumlah 10 ribu dolar AS dengan ketentuan apabila terdakwa Patrialis Akbar tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi maka diganti pidana penjara menjadi enam bulan," tutur Nawawi.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri atas Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo, dan Titi Sansiwi menilai bahwa Patrialis terbukti menerima uang Basuki Hariman sebagai "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) PT Impexindo Pratama dan dari General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny melalui seorang perantara bernama Kamaludin untuk mempengaruhi putusan No. 129/PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penyerahan uang secara bertahap, yaitu pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di Restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS. "Untuk keperluan bermain golf di Batam, tapi tidak digunakan seluruhnya karena sudah dibayar oleh Yunas," kata hakim Hariono.
Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS. "Yang rencananya akan digunakan untuk bermain golf di Tanjung Pinang, Bintan tapi biaya sudah di-handle pihak lain, sehingga Kamaludin hanya menanggung tiket pesawat Batam-Jakarta, sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin," katanya.
Basuki selanjutnya mengatakan kepada Kamaludin bahwa ia memiliki uang Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim lain yang belum menyatakan pendapat. Selanjutnya, Kamaludin menyampaikan ke Patrialis Akbar dan Patrialis pun mempersilakan Basuki melakukan pendekatan ke hakim.
"Basuki juga membayar Rp4,043 juta untuk biaya golf Patrialis Akbar bersama Kamaludin dan kawan-kawan di Royale Jakarta Golf Club pada 20 Desember 2019 sekitar pukul 09.00 WIB," katanya.
Pemberian uang selanjutnya dilakukan pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS. "Dari jumlah itu, Kamaludin menyerahkan 10 ribu dolar AS ke rumah Patrialis di Cipinang. Jadi yang diserahkan hanya separuh saja, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin pribadi. Jadi total ada 50 ribu dolar AS dari seluruh uang pemberian Basuki Hariman dan Ng Fenny yang digunakan untuk Patrialis Akbar untuk umrah adalah sebesar 10 ribu dolar AS dan membayar golf di Royale Jakarta Golf Club sebesar Rp4,043 juta," kata Hariono.
Sebagai balasan pemberian uang itu, Patrialis memberikan draf putusan yang sudah diberikan tanda stabilo warna biru sesuai dengan harapan Basuki Hariman. "Atas izin terdakwa Kamaludin mengambil gambar draf putusan tersebut dengan telepon genggamnya. Kamaludin selanjutnya menemui Basuki Hariman dan memperlihatkan beberapa foto yang meyakinkan Basuki bahwa draf putusan sudah sesuai harapan Basuki," kata hakim Ugo.
Hakim juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan atas perbuatan Patrialis. "Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa telah mencederai lembaga Mahkamah Konstitusi. Hal meringankan,terdakwa menunjukkan sifat sopan dalam persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, terdakwa pernah berjasa dalam pengabidan kepada negara, salah satunya mendapat Satya Lencana," ungkap hakim Nawawi.
Merasa tidak bersalah
Atas putusan itu, Patrialis Mantan Hakim Konsitusi Patrialis Akbar bersikeras tidak bersalah meski telah divonis terbukti menerima suap 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. "Saya mengatakan dalam pembelaan saya, saya tak salah, sekarang hakim mengatakan saya salah. Saya sekarang tak mau memberi penilaian karena ini otoritas hakim untuk memutuskan. Saya menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa Allah SWT untuk menilai mana yang benar mana yang tidak," kata Patrialis usai menjalani sidang.
"Saya ini tak makan uang negara, tidak makan uang fakir miskin, tidak makan uang bansos dan tidak makan uang rakyat. Anda bayangkan orang-orang yang makan uang negara, yang mengembalikan uang negara puluhan miliar berapa hukumannya," katanya.
"Coba anda kompensasi sendiri dengan akal sehat dengan saya yang tak makan uang negara dan itu pun dalam perbedaan pandangan antara saya dan hakim. Saya sekali lagi tak ingin menilai putusan hakim, saya hanya serahkan ke masyarakat apa yang sebenarnya terjadi dalam diri saya," ungkap Patrialis.
Patrialis mengaku bahwa hukuman yang ditimpakan ke dirinya sebagai cara Tuhan agar ia dapat memperbaiki diri. "Saya punya kesalahan masa lalu, akumulasi kesalahan itu agar saya kembali ke jalan Allah, jadi ini saya yakini takdir dalam perjalanan hidup saya. Saya diingatkan dengan cara begini bukan tiba-tiba dengan ajal saya dijemput dan saya tetap punya komitmen membantu negara ini dengan melakukan tindak pidana korupai. Sekali lagi saya katakan kita punya ujian, cobaan dan musibah," tutur Patrialis yang dalam sidang didampingi oleh istri dan anak-anaknya.
Namun Patrialis tidak secara tegas akan langsung mengajukan banding. "Saya sudah tegaskan saya dengan pengacara saya mau pikir-pikir dulu selama seminggu, saya tak mau mencela putusan hakim," katanya.
Terkait perkara itu, Kamaludin sudah divonis penjara selama tujuh tahun, pengusaha Basuki Hariman divonis tujuh tahun penjara, sedangkan anak buahnya, Ng Fenny, divonis lima tahun penjara. Baca Juga: Penyuap Patrialis Divonis 7 Tahun Penjara dan 5 Tahun Penjara
Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar divonis delapan tahun penjara karena terbukti menerima suap 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta untuk mempengaruhi putusan No. 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Patrialis Akbar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamolango di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/9/2017).
Patrialis juga dikenai hukuman tambahan berupa pembayaran denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap Patrialis selama 12,5 tahun penjara ditambah dengan Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Baca Juga: Patrialis Sebut Jaksa KPK Putar Balikkan Fakta
Hakim membebankan hukuman uang pengganti sebesar 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta kepada Patrialis subsider enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp4,043 juta dan sejumlah 10 ribu dolar AS dengan ketentuan apabila terdakwa Patrialis Akbar tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi maka diganti pidana penjara menjadi enam bulan," tutur Nawawi.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri atas Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo, dan Titi Sansiwi menilai bahwa Patrialis terbukti menerima uang Basuki Hariman sebagai "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) PT Impexindo Pratama dan dari General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny melalui seorang perantara bernama Kamaludin untuk mempengaruhi putusan No. 129/PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penyerahan uang secara bertahap, yaitu pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di Restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS. "Untuk keperluan bermain golf di Batam, tapi tidak digunakan seluruhnya karena sudah dibayar oleh Yunas," kata hakim Hariono.
Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS. "Yang rencananya akan digunakan untuk bermain golf di Tanjung Pinang, Bintan tapi biaya sudah di-handle pihak lain, sehingga Kamaludin hanya menanggung tiket pesawat Batam-Jakarta, sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin," katanya.
Basuki selanjutnya mengatakan kepada Kamaludin bahwa ia memiliki uang Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim lain yang belum menyatakan pendapat. Selanjutnya, Kamaludin menyampaikan ke Patrialis Akbar dan Patrialis pun mempersilakan Basuki melakukan pendekatan ke hakim.
"Basuki juga membayar Rp4,043 juta untuk biaya golf Patrialis Akbar bersama Kamaludin dan kawan-kawan di Royale Jakarta Golf Club pada 20 Desember 2019 sekitar pukul 09.00 WIB," katanya.
Pemberian uang selanjutnya dilakukan pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS. "Dari jumlah itu, Kamaludin menyerahkan 10 ribu dolar AS ke rumah Patrialis di Cipinang. Jadi yang diserahkan hanya separuh saja, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin pribadi. Jadi total ada 50 ribu dolar AS dari seluruh uang pemberian Basuki Hariman dan Ng Fenny yang digunakan untuk Patrialis Akbar untuk umrah adalah sebesar 10 ribu dolar AS dan membayar golf di Royale Jakarta Golf Club sebesar Rp4,043 juta," kata Hariono.
Sebagai balasan pemberian uang itu, Patrialis memberikan draf putusan yang sudah diberikan tanda stabilo warna biru sesuai dengan harapan Basuki Hariman. "Atas izin terdakwa Kamaludin mengambil gambar draf putusan tersebut dengan telepon genggamnya. Kamaludin selanjutnya menemui Basuki Hariman dan memperlihatkan beberapa foto yang meyakinkan Basuki bahwa draf putusan sudah sesuai harapan Basuki," kata hakim Ugo.
Hakim juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan atas perbuatan Patrialis. "Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa telah mencederai lembaga Mahkamah Konstitusi. Hal meringankan,terdakwa menunjukkan sifat sopan dalam persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, terdakwa pernah berjasa dalam pengabidan kepada negara, salah satunya mendapat Satya Lencana," ungkap hakim Nawawi.
Merasa tidak bersalah
Atas putusan itu, Patrialis Mantan Hakim Konsitusi Patrialis Akbar bersikeras tidak bersalah meski telah divonis terbukti menerima suap 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. "Saya mengatakan dalam pembelaan saya, saya tak salah, sekarang hakim mengatakan saya salah. Saya sekarang tak mau memberi penilaian karena ini otoritas hakim untuk memutuskan. Saya menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa Allah SWT untuk menilai mana yang benar mana yang tidak," kata Patrialis usai menjalani sidang.
"Saya ini tak makan uang negara, tidak makan uang fakir miskin, tidak makan uang bansos dan tidak makan uang rakyat. Anda bayangkan orang-orang yang makan uang negara, yang mengembalikan uang negara puluhan miliar berapa hukumannya," katanya.
"Coba anda kompensasi sendiri dengan akal sehat dengan saya yang tak makan uang negara dan itu pun dalam perbedaan pandangan antara saya dan hakim. Saya sekali lagi tak ingin menilai putusan hakim, saya hanya serahkan ke masyarakat apa yang sebenarnya terjadi dalam diri saya," ungkap Patrialis.
Patrialis mengaku bahwa hukuman yang ditimpakan ke dirinya sebagai cara Tuhan agar ia dapat memperbaiki diri. "Saya punya kesalahan masa lalu, akumulasi kesalahan itu agar saya kembali ke jalan Allah, jadi ini saya yakini takdir dalam perjalanan hidup saya. Saya diingatkan dengan cara begini bukan tiba-tiba dengan ajal saya dijemput dan saya tetap punya komitmen membantu negara ini dengan melakukan tindak pidana korupai. Sekali lagi saya katakan kita punya ujian, cobaan dan musibah," tutur Patrialis yang dalam sidang didampingi oleh istri dan anak-anaknya.
Namun Patrialis tidak secara tegas akan langsung mengajukan banding. "Saya sudah tegaskan saya dengan pengacara saya mau pikir-pikir dulu selama seminggu, saya tak mau mencela putusan hakim," katanya.
Terkait perkara itu, Kamaludin sudah divonis penjara selama tujuh tahun, pengusaha Basuki Hariman divonis tujuh tahun penjara, sedangkan anak buahnya, Ng Fenny, divonis lima tahun penjara. Baca Juga: Penyuap Patrialis Divonis 7 Tahun Penjara dan 5 Tahun Penjara